Dor,
dor, dor! Dentuman senapan bergema di speakerku. Impuls bunyi mengetarkan
setiap ruang dari gendang telingaku. Gendang telingaku beresonansi dan
menggetarkan tulang-tulang telinga.
“BERISIIIK!,
Kakak main apa sih!?”.
“Kakak
lagi main -‘CALL OF DUTY: MODERN WARFARE’- ”.
“Bangga
sekali kakak ini, itu kan sudah ketinggalan jaman. Pokoknya kakak jangan
berisik, aku mau nonton film!”
“Eh,
gak mau! Kalo suaranya gak keras gak seruuu!”
“Egois
sekali kakak! Kakak tau gak kalo kakak sudah merugikan diri sendiri dan orang
lain. Dengan mengeraskan suara speaker, sebenarnya impuls bunyi elektronik yang
dihasilkan tidak baik untuk kesehatan telinga. Terutama oleh bunyi yang keras,
dan bla bla bla bla bla…………”
Selagi
adikku berkotbah tentang “dampak dari suara keras bagi diri sendiri dan orang
lain”, mari kita mulai perkenalan karakter. Umurku 17 tahun. Aku adalah seorang
siswa SMA. Seorang pengkhotbah bijak yang berada di sampingku adalah adikku.
Dia sering menasehatiku karena cemburu pada game-game kebanggaanku.
Sangat
disayangkan bahwa aku tidak punya cukup waktu untuk perkenalan. Impuls
ultrasonik yang dihasilkan oleh adikku telah membuatku menderita selama 1001
malam. Derita mengerikan dari neraka. Derita berdarah yang membelah. Derita
yang menusuk. Mencabik. Mengiling dan merebus.
Hidupku
seperti kotoran. Makan habis buang. Ingin rasanya kuakhiri hidupku ini. Sudah
saatnya aku mati. Mati sebagai manusia. Bukan mati sebagai kotoran. Aku akan
bertekad, untuk mengakhiri derita hidup ini!.
“Oke,
oke! Cukup! Kakak yang baik ini akan berhenti main -‘CALL OF DUTY: MODERN
WARFARE’- ”
“Tidak
perlu disebut lagi judulnya. Memangnya kakak sebangga itu bisa main COD:MW”
“Weh,
jangan disingkat dong! Tidak keren!”
“Terserah
deh, aku mau nonton!”
Adikku
melangkah jauh dari komputerku. Ingin rasanya aku meneruskan game kebanggaanku.
Namun apa dayanya. Jika kuteruskan, aku akan merasakan kengerian kotoran.
Karena
tidak bisa di-save, akhirnya
kuarahkan cursor ke tombol quit.
“Inikah
akhirnya. Setelah sekian lama ku berjuang, apakah ini harus berakhir?”.
Perasaanku sangat berat. Mouse yang seharusnya hanya 1 centi dari tanganku terasa sangat
jauh. Sangat amat jauh. Semakin jauh.
“Bisakah
aku melakukannya?”, aku mulai meragukan diriku sendiri.
“Aku
harus mengakhiri ini semua. Inilah realita kehidupan!”.
Jariku
bergerak. Turun perlahan-lahan. Akhirnya, dapat kurasakan kelembutan kulit dari
mouseku.
“TUNGGU!
JANGAN LAKUKAN ITU!”, teriak hati nuraniku.
Jariku
membeku. Dapat kurasakan ketakutanku.
Setan
kecil dihatiku terus mendesakku, “Lakukanlah! Ini demi adikmu!”.
“TIDAK!
Kau tidak boleh melakukannya. Berapa banyak nyawa yang harus kau bayar jika kau
menekan tombol itu?!”.
Pertikaian
antara hati nurani dan setan semakin membuatku menderita. Diriku lebih rendah
dari kotoran. Aku adalah hama. Kotoran dapat menyuburkan tanah. Namun hama
hanya dapat merusak!. Aku ingin mengakhiri ini semua.
“KLIK!”,
terdengar bunyi yang mengejutkan.
“TIDAAAAAAAAK!!!!”.
Hati nuraniku mulai menangis. Setan kecil semakin berkuasa.
“KLIK, KLIK, KLIK!”. Tanpa sadar aku sudah
mengeklik tombol shut down.
“Jadi,
seperti inikah aku akan berakhir?”. Aku melangkah menuju sudut ruangan. Aku duduk
meratapi nasibku. Sedih….
-----------------------------------------------------------------
“Inilah
dunia nyata. Dunia tempatku hidup. Aku tidak bisa terus seperti ini! Aku ingin
bangkit!”, Kuangkat daguku. Cahaya harapan bersinar. Terang, hangat, nyaman.
Pandanganku menjadi kabur. Cahaya harapan menyilaukanku. Setiap kedipan mata,
cahaya itu mulai terlihat jelas. Perlahan namun pasti. Hingga akhirnya kudapat
melihat arti dari balik cahaya itu.
“Cinderella!
Wipe the floor!”
“Yes
mother”
Sebuah
drama sinetron sedang ditayangkan di layar kaca kesayangan keluarga. Dapat
kulihat adikku yang sedang asyik menonton adegan-adegan penyiksaan dalam rumah
tangga. Kuhampiri adikku. Kutanyai dia sejuta pertanyaan.
“Dik,
lagi nonton apa?”
“Adik
lagi nonton -‘CINDERELLA’- by Disney ”.
“Heh?
Itu film kan udah ketinggalan jaman. Lagian kamu ini cowok. Masa nonton film
kartun kaya gitu!”
“Eh!,
inget gak kakak kemarin lusa nonton apa?”
“Inget
lah! Kakak nonton Barbie kan?! Yang ada peri-perinya. Itu film keren!”
“Kakak
ga tau ya kalo itu film buat cewek?”
“Mana
mungkin! Temen-temen kakak yang cewek aja ga ada yang bicarain itu film”
“Kakak
sudah SMA. Mana ada temen kakak yang masih suka film begituan!”
“Banyak
komentar kamu, yang penting kan kakak suka. sudahlah, kakak mau ikutan nonton
Cinderella!”
“Lho,
katanya tadi udah ketinggalan jaman. Kok akhirnya kakak ikut nonton juga?! Ah,
kakak aneh!”
Kembali
kami menatap layar televisi. Perhatianku kupusatkan pada film kartun lucu nan
imut itu. Dapat kusaksikan derita hidup Cinderella. Ketika teman-teman hutannya
membuatkan gaun untuk Cinderella, kakak-kakak tiri Cinderella marah. Mereka
merobek-robek gaun manis itu dan pergi meninggalkan Cinderella yang sekarat.
Kekecewaan menyelimuti jiwa Cinderella. Tangisannya membanjiri VCD playerku. Di
tengah kesedihan Cinderella yang mendalam, muncullah sang ibu peri. Nama peri
itu adalah ‘FairyGodMother’.
-------------------------------------------------------
Waktu
pasti berlalu. Pada akhirnya, kusadari bahwa cahaya harapan telah redup. Jari
adikku memencet tombol power pada VCD player. Tirai telah ditutup. Pertunjukkan
telah usai. Langit semakin redup. Malam memancarkan kegelapan. Tiba waktuku
untuk tidur.
Ku
melangkah dengan lunglai. Kudorong tubuhku ke tempat tidur. Dapat kurasakan
kehangatan kasurku yang nyaman, lembut, dan hangat. Kelopak mataku turun secara
perlahan-lahan. Pikiranku melayang, terbang jauh menuju kegelapan. Telingaku
sepi. Kutidur dalam keheningan.
“………………………………………………………………….”
Kurasakan
kelembutan angin malam. Menggetarkan bulu. Menembus mimpiku.
“Indahnya!”
Itulah
kalimat pertama yang muncul. Sebuah bintang mungil berputar-putar mengelilingi
tubuhku. Kemudian bintang itu pecah, dan menaburkan debu cahaya. Cahaya terang
yang melapisi tubuhku. Seperti serbuk “Tinker bell”, peri kecil teman peter pan
yang merupakan tokoh maskot milik Disney.
“………………………………………………………………………”
“Huhuhuhuuuuu!
T_T”
Terdengar
suara tangisan. Kubuka mataku lebar-lebar. Aku berada di jalan setapak.
Terdapat rumah-rumah kuno yang tidak tersusun secara rapi. Tidak ada jalan
raya, tidak pula ada lampu. Ini adalah zaman pertengahan.
“Inikah
alam mimpi?”, pikirku dalam hati
Setelah
puas meneliti sekelilingku, aku mulai melihat diriku sendiri. Baju tidurku yang
lentur dan nyaman berubah menjadi Tuxedo
yang rapi dan menawan. Di sakuku, dapat kulihat sebatang stik kayu. Mirip
seperti tongkat sihir Harry Potter.
“Karena
ini mimpi, mungkin aku dapat melakukan sihir”, pikirku.
Kuayunkan
tongkat itu kesana kemari. Berputar-putar bagaikan angin taifun. Aku tak tahu
apa itu mantra sihir. Jadi yang bisa kulakukan hanyalah berkata.
“Keluarlah!
Soal Ujian Nasional tahun ini!”
“Prang!”,
suara piring pecah.
Tepat
dibawah kakiku, muncul bundelan soal yang dibungkus kertas karton.
“Dokumen
Negara. Sangat rahasia. Tidak salah lagi!”
Segera
kubuka bundelan soal itu.
“Soal-soal
ujian mata pelajaran Seni Rupa. Sungguh aneh ada mata pelajaran seperti ini di
ujian nasional nanti”
Kembali
kuayunan tongkat sihir itu. Kali ini, ujung tongkatku mengeluarkan cahaya
terang. Cahaya yang mengikuti tanganku. Dapat kurasakan kekuatan yang besar,
mengalir di tanganku.
“Kembalikan
waktu ke 30 menit yang lalu!”
“Prang!”
Bumi
bergerak. Tanah bergetar. Dunia serasa berputar. Aku hanya dapat menyeimbangkan
tubuhku agar tak terjatuh. Gempa berlangsung selama 30 menit. Sampai akhirnya
berhenti. Aku kelelahan.
“Dasar
sihir tak berprikemanusiaan! Aku harus menahan gempa selama 30 menit! Untunglah
aku tidak mengembalikan waktu ke 1 tahun yang lalu!”
Aku
mengerutu. Namun kemudian aku tersadar. Bahkan di film, tak ada sihir yang
dapat mengembalikan waktu. Ini bukan sihir biasa. Akulah Dewa dunia baru.
Satu-satunya Dewa, yang akan menguasai dunia.
“HUAHAHAHAHAAAA!”,
tawa jahatku
“Huhuhuhuuuuuuu
( T_T )”, muncul kembali suara tangisan.
Aku
terkejut. Ternyata tangisan itu terus berlangsung selama 30 menit. Rasa
penasaranku mulai muncul.
“Siapakah
orang yang menangis tersedu-sedu dalam kesedihannya karena diperlakukan jahat
oleh saudara tirinya dan dirobek-robek gaunnya. Kemudian bertemu dengan ibu
peri dan dikabulkan permintaannya?”
Aku
tak tahu siapa orang itu. Namun yang aku tahu, dia terus menangis tersedu-sedu sedangkan
sang ibu peri belum juga muncul. Sebagai Dewa, aku harus menyelamatkannya!
Kuikuti
sumber suara itu. Akhirnya, tibalah aku di sebuah taman. Kulihat gadis, dengan
gaun yang indah menangis di kursi taman. Tunggu!, tidak seharusnya gaun itu
indah. Aku pun mulai mengayunkan tongkatku.
“Rusaklah!
Gaun indah!”
“Prang!”
Beberapa
bagian dari gaun itu mulai robek. Gaun yang indah itu sekarang tampak seperti
sampah. Gadis itu berhenti menangis. Dia melihat gaunnya yang rusak. Dari
sakunya, dia ambil pita ukur. Kemudian dia mulai mengukur setiap sudut dari
gaunnya.
“Apakah
mungkin gadis itu seorang Designer
baju?”, pikirku.
Beberapa
menit kemudian dia berhenti mengukur. Pita ukur itu masuk kembali ke dalam
sakunya. Dia melihat suasana di sekitarnya. Akhirnya, dia pun menyadari
keberadaanku. Mata kami bertemu.
“HUAAAAAAA!”,
kembali dia menangis.
Dengan
panik kuberlari menuju ke arahnya.
“Ada
apa?!”, tanyaku.
“Kau
jahat! Kau merusak gaunku! Hiks, hiks”
“Hah?!
Bukan aku! Kakak tirimulah yang telah merusak gaunmu!”
“Kau
bohong (/sob)”
“Sungguh!
Aku tidak bohong! Kecuali dengan sihir, tidak mungkin aku bisa merusak gaunmu
tanpa menyentuhnya”
“Tidak!
Kau bohong! Aku tidak punya kakak tiri”
“Hah?!
Itu tidak mungkin!Kau pasti bohong!”
“Kau
jahat! Mana mungkin gadis semanis ini berbohong!”
“
Heh? (/swt) Tapi, tapi………”
“Aku
tidak mau tahu! Kau harus belikan gaun baru. Harganya tidak boleh kurang dari
100 ribu dollar!”
“Eh?”
“Selain
itu, belikan juga kereta kuda yang indah dan sepatu kaca. Ingat, sepatu kaca
itu harus sesuai dengan ukuran kakiku. Beli yang nomor 5 atau 5.5. Jangan beli
nomor 6 karena akan merusak kulit kakiku!”
Sesaat
aku terdiam. Aku terkejut oleh sikapnya. Apa yang harus dilakukan Dewa dalam
kondisi seperti ini? Aku bisa saja memberi semua yang dia minta dengan sihirku.
Namun, Dewa tidak bisa begitu saja memberi apa yang diinginkan rakyat.
“Kenapa
aku harus membelikanmu kereta kuda dan sepatu kaca? Bukankah yang rusak hanya
gaunmu?”
“Aku
harus ikut pesta yang diadakan pangeran. Aku akan lakukan cara apapun untuk
pergi ke sana!”
“Cara
apapun? Apa kau serius?”
“Ya!
Meskipun aku harus mencuri, merampok, membunuh, mencuri……..”
“Cukup-cukup!
Tidak perlu mencuri 2 kali. Aku adalah Dewa yang akan mengabulkan semua
permintaanmu”
“Kau
bohong! Dewa itu tidak ada!”
“Bodoh,
Dewa itu ada! Aku bisa membuktikannya!”
Segera
kuayunkan kembali tongkatku. Kekuatan ditanganku kusalurkan ke ujung tongkat.
“Jadilah,
gaun indah!”
“Prang!”
Tiba-tiba,
gaun sampah yang dikenakan gadis itu bersinar. Cahaya terang menyelimuti tubuh
gadis itu. Perlahan-lahan, cahaya itu mulai meredup. Terbentuklah sebuah gaun
indah. Dengan kilauan berlian. Keindahan sayap malaikat. Ekor dan telinga
kucing yang menambah manisnya rasa. Gadis itu pun menjadi cantik dan menawan.
“Waaaa!
Apa ini?! Norak!”, teriak gadis itu.
“Apa!?
Desain gaun itu adalah yang termanis di dunia”
Gadis
itu mulai menjulurkan tangannya ke belakang. Dia melepasi satu-persatu
aksesoris manis yang kubanggakan. Sayap, ekor dan telinga. Dia bawa aksesoris
itu dan dilemparkannya ke tempat sampah. Kemudian, dia lepas semua berlian yang
ada di gaunnya dengan kasar. Aku tak dapat menyangka bahwa berlian yang dijahit
dengan rapat-rapat dapat dilepas oleh seorang gadis.
“Aku
tidak suka benda bercahaya! Silau, menyakiti mata!”
Gadis
itu pun membuang berlian itu satu persatu tanpa ampun. Aku hanya dapat terpaku
dibuatnya. Setelah selesai berbisnis dengan tempat sampah, dia melangkah mendatangiku.
Aku harap dia tidak memintaku mendesain ulang gaunnya.
“Sekarang
aku percaya! Kau Dewa! Jadi, tumbal apa yang kau inginkan?”
“Eh,
Aku tidak pernah meminta tumbal”
“Orang-orang
disini selalu memberikan tumbal! Jadi kau bukan Dewa dari tempat ini!”
Aku
ingin memberinya pelajaran. Akan kubuat dia ketakutan dan memohon ampun padaku.
“Benar!
Aku bukan dewa dari tempat ini. Aku berasal dari neraka. Aku datang untuk mengambil
jiwa-jiwa manusia berdosa. Jiwa manusia yang egois! Manusia yang tidak
menghargai pemberian orang lain”
“Oh! Kau seorang turis”
Dia
bereaksi dengan tenang. Sepertinya aku gagal membuatnya takut.
“Aku
bukan turis! Aku adalah Dewa kematian. Aku datang untuk mengabulkan permintaan
manusia. Setelah permintaanya terkabul, akan kuambil nyawa mereka dan…….”
Belum
selesai aku berbicara, gadis itu mulai bercerita.
“
1 tahun yang lalu ada seorang turis asing masuk ke desa kami. Hari sudah larut
malam. Turis itu masuk ke dalam salah satu penginapan. Disana dia memesan kamar
dan tertidur. Keesokan paginya, para penduduk mendobrak kamarnya dan menyeret
turis itu ke taman. Para penduduk mengikatnya di sebuah tiang dan membakarnya
hidup-hidup. Kemudian mayatnya diturunkan dan tubuhnya dipotong satu demi satu.
Potongan itu dibagi-bagikan dan dimakan. Ada mitos di desa ini bahwa memakan
mayat turis akan memperpanjang usia”
“Glek!,
K..kau pasti b.b.bohong”
“Kalau
tidak percaya carilah penginapan. Besok aku akan memberitahukan keberadaanmu
pada penduduk desa”
“Kumohon,
jangan lakukan itu! Aku akan beri apapun yang kau mau!”
“Oke,
aku ingin…….”
Sesaat
aku tersadar. Dia sudah mempermainkanku.
“Tunggu!
Mengapa aku harus takut pada penduduk desa?! Aku adalah Dewa! Tidak ada manusia
di dunia ini yang bisa membunuhku! Beraninya kau membodohiku! Kau harus mati
karena telah mempermainkanku!”
“Tapi,
tapi……”
Mata
gadis itu mulai basah. Dia menangis tepat di depanku. Hatiku hancur. Aku telah
membuat seorang gadis menangis. Aku tidak pantas disebut Dewa. Aku lebih rendah
dari hama.
“He..hei,
jangan menangis”
“HUHUHUUUU!”,
tangisannya semakin menjadi-jadi.
“Kumohon,
berhenti menangis. Aku tidak akan mengambil nyawamu sekarang”
Perlahan-lahan,
tangisannya mulai reda. Dengan terisak-isak dia berkata, “Jadi, kau akan
mengambil nyawaku nanti?”
“Benar”
“HUAAAAAAAA!”,
dia kembali menangis dengan keras.
“He..hei!
Jangan menangis. Kau akan membangunkan penduduk sekitar”
Dia
sama sekali tidak berhenti menangis. Aku mulai panik. Aku tidak tahu lagi apa
yang harus kulakukan.
“Baiklah,
aku menyerah! Aku bukan Dewa. Aku hanyalah seorang turis. Kau tidak akan
kehilangan nyawa meskipun aku membantumu. Jadi tolong jangan menangis lagi”
Tangisannya
pun kembali menjadi isakan.
“Benarkah?
Hiks hiks”
“Ya,
gaun yang kuberikan itu adalah sebuah sihir”
“Kau
penyihir!”, Gadis itu terkejut. Tangisannya berhenti seketika itu juga. Tanpa
memberiku kesempatan, dia mulai bercerita.
“Dulu,
ada seorang penyihir yang datang ke desa ini. Tanpa diberi kesempatan untuk
tidur, penyihir itu ditangkap dan dipukuli sampai mati. Mayatnya diinjak-injak.
Dipotong-potong. Tulangnya diremukkan. Sisanya dibuang ke laut dan jiwanya
disegel dalam botol. Ada mitos bahwa penyihir mendatangkan bencana”
“Tunggu!
Aku bukan penyihir!”
“Siapa
pun yang bisa sihir adalah penyihir!”
“Penyihir
tidak dapat mengembalikan waktu!”
“Jadi,
kau siapa?”
“Aku
adalah Dewa!”
“D..d..dewa?”,
matanya mulai basah. Dia kembali menangis terisak-isak.
“Tu..tunggu!
Aku bukan Dewa”
“Jadi,
kau siapa?”
Aku
terjebak dalam kebingungan. Akhirnya, akupun mendapat ide.
Aku
bertanya, “E…, siapa namamu?”
“Namaku
tidaklah penting. Yang terpenting adalah jiwaku”
“Tidak,
namamu sangat penting. Jika kau tidak memberitahukanku, aku juga tidak akan
memberitahukan jati diriku”
“Baiklah,
namaku Cinderella”
“Kalau
begitu, aku adalah FairyGodMother”
“Namamu
terdengar seperti bahasa Inggris. Kau benar-benar turis ya?”
“Hei,
apakah orang-orang disini tak bisa berbahasa Inggris?! Jangan-jangan aku masih
berada di Indonesia!”
“Apa
kau tidak sadar? Dari tadi kita berbicara dalam bahasa Indonesia”
“Cinderella
tidak seperti nama orang Indonesia”
“Turis
tidak boleh berkomentar! Sudahlah! Cepat buatkan aku Kereta kuda dan sepatu
kaca! Setengah jam lagi pesta akan dimulai”
“Huh!
Baiklah!”
Entah
mengapa kuturuti kemauannya. Kuayunkan tongkatku.
“Jadilah,
sepatu kaca anti peluru!”
Dalam
sekejap, sepatu kaca yang anti pecah berhasil terbentuk. Cinderella mengenakan
sepatu itu dan mulai berlari-lari. Orang aneh! Sepatu kaca tidak dipakai untuk berlari.
Kembali
kuayunkankan tongkatku. Kali ini kukerahan seluruh kekuatanku di ujung tongkat.
“Jadilah!
Limousine!”
Cahaya
terang menyilaukan mataku. Sangat terang. Begitu terang sehingga aku harus
menutup mataku. Ketika cahaya itu mulai meredup, kubuka mataku perlahan-lahan.
Dapat kulihat dengan samar-samar sebuah mobil panjang.
“Hah!
Benda apa ini?!”
Tak
kusangka dia sudah bertanya sebelum aku sempat membuka mataku. Kukira dia membenci
cahaya yang menyilaukan. Segera kujawab pertanyaannya.
“Ini
adalah penemuan baru di masa depan. Aku menamakannya Limousine. Penyihir tidak akan dapat menciptakan benda ini”
“Oh,
jadi FairyGodMother dapat menciptakan benda-benda yang tidak pernah terpikirkan
manusia. Menarik juga. Jadi, apa fungsinya?”
“Alat
transportasi. Memiliki kecepatan 1000 kali lipat lebih cepat dari kereta kuda”
Segera
kudekati mobil itu. Dengan gaya khas Chauffeur,
kubuka pintu mobil.
“Silahkan
masuk nona”
“Ah,
terima kasih. Kau tidak perlu repot-repot membukakan pintu untukku”
Setelah
Cinderella masuk, kukendarai limo itu. Sekarang, aku benar-benar menjadi Chauffeur. Diriku terlihat sangat keren.
Kubawa limo itu dengan elegan menuju ke tempat pesta. Tempat tujuannya pun
sudah terlacak di GPS. Sembari menyetir, kami pun berbincang-bincang.
-------------------------------------------
“Jadi,
kenapa kau menangis?”
“Kau
merobek gaunku”
“Bukan!
Maksudku sebelum itu”
“Kakak
tiriku merobek gaunku”
“Eh,
Jadi kau punya kakak tiri?”
“Tentu
saja aku punya!”
Sudah
kuduga. Dia berbohong.
“Jadi,
mengapa aku masih melihatmu mengenakan gaun yang utuh?”
“Itu
gaun cadangan. Sengaja kusembunyikan dari kakakku”
“Jika
kau sudah punya gaun, untuk apa kau menangis?”
“Memangnya
tidak boleh menangisi gaunku yang lama!”
“Ya,
ya, ya. Terserah kau. Kita sudah sampai!”
Limoku
berhenti di depan pintu masuk. Terlihat sebuah Istana yang megah, anggun dan
elegan. Pilar-pilar besar dan tinggi. Pintu utama yang sangat besar. Dilapisi
dengan emas indah. Emas yang memanjakan mata. Air mancur menari-nari bagaikan
parade malam. Desain arsitektur yang sangat indah. Sungguh menakjubkan.
Dapat
kulihat para tamu yang mengarahkan matanya kepadaku. Mungkin limoku terlihat
eksotis di mata mereka.
“Hei,
Cepat keluar! Kita sudah sampai”
“Kau
mengusirku!”
“Ya!
Mau berapa lama lagi kau duduk di sini?!”
Cinderella
pun segera keluar dari limo. Semua tamu tampak memperhatikan Cinderella. Untuk
beberapa saat aku termenung di limoku. Kuharap semuanya berjalan sesuai film.
Aku mulai mengkhawatirkan jalan cerita dari dongeng ini.
Akhirnya
aku pun memutuskan untuk keluar dari limo itu. Meskipun limo itu kutinggalkan,
tidak akan ada yang berusaha mencurinya. Juga tidak ada yang akan memberi surat
tilang karena parkir sembarangan.
Segera
kumasuk ke dalam ballroom istana itu. Aku khawatir melihat sikap Cinderella
yang sangat jauh berbeda dengan Cinderella di film. Kuharap dia tidak
mengecewakan pangeran.
Di
tengah kerumunan tamu dapat kulihat pangeran. Wajahnya begitu tampan dan
menawan. Berdiri tegap dan penuh berwibawa. Menyambut para tamu dengan
senyuman.
Tampak
Cinderella di tengah-tengah kerumunan tamu itu. Sang pangeran melangkah,
mendatangi Cinderella. Aku tak dapat mendengar dengan jelas diantara kerumunan.
Namun dapat kusimpulkan bahwa pangeran sedang berusaha mengajak Cinderella
berdansa. Cinderella menerima ajakan dari pangeran. Mereka mulai berdansa.
Sebuah musik klasik mengisi ballroom dan seluruh pengunjung terpaku akan
keindahan dansa mereka.
------------------------------------------------------
Beberapa
menit telah berlalu. Tanpa kusadari, waktu sudah mendekati tengah malam.
Meskipun bel tengah malam akan meraung, aku tak perlu khawatir. Sihirku akan
terus bertahan. Gaun, sepatu kaca dan limoku tidak akan menghilang. Dengan
begini, Cinderella akan hidup bahagia bersama pangeran. Tidak ada lagi yang
perlu kukhawatirkan.
“Ding
Dong! Ding Dong!”, suara lonceng tengah malam.
Sepertinya
semua berjalan dengan lancar. Sihirku tidak menghilang dan Cinderella pun tidak
mengecewakan pangeran. Waktu-waktu yang kulalui sungguh menyenangkan. Aku sudah
tidak perlu khawatir lagi.
Aku
melangkah pergi meninggalkan ballroom. Berjalan keluar menuju limoku. Kurasa
sudah tidak ada lagi yang perlu kulakukan. Sekarang aku akan pergi
melihat-lihat kota. Kuhidupkan mesin mobilku.
“Hei!
Cinderella, Tunggu!”, terdengar teriakan pangeran.
Tampak
Cinderella berlari meninggalkan Istana. Aku tidak tahu apa yang terjadi disana.
Namun wajah Cinderella tampak tergesa-gesa. Tanpa bisa aku merespon, dia sudah
membuka pintu limo dan langsung meloncat ke dalamnya.
“Cepat!
Pergi dari sini!”
Segera
kuinjak gas. Mobil melaju dengan kencang meninggalkan istana megah nan Indah
itu. Wujud pangeran semakin terlihat jauh dari spion. Semakin jauh. Menjadi
sebuah bayangan dan akhirnya hilang tak bersisa.
Setelah
suasana menjadi tenang, aku pun menanyai Cinderella.
“Hei!
Apa yang kau lakukan?!Bukankah sihirku tidak menghilang?! Seharusnya kau tetap
bersama pangeran sekarang ini!”
“Ada
sesuatu yang tidak dapat aku tinggalkan!”
“Sesuatu?
Apa?”
“………Pertandingan
sepak bola!”
“Hah!
Apakah disekitar sini ada stadion?”
“Aku
ingin menontonnya di rumah”
“Tidak
mungkin! Aku tidak percaya kau punya televisi. Selain itu, dari mana kau tahu
tentang televisi!?”
“E….Ada
sesuatu yang aku tinggalkan di rumah”
“Kau
kan bisa mengambilnya nanti! Apa sih yang kau tinggalkan!?”
“Burger!
Jika tidak kuamankan, tikus-tikus akan memakannya”
“Kau
bohong!”
“Tidak!
Aku menyimpannya di kulkas”
“lihat!
Kau sudah mengamankannya!”
“Tikus-tikus
itu dapat membuka kulkas”
“Aku
tidak percaya! Katakan dengan jujur. Kenapa kau meninggalkan pangeran?!”
“Ada
sesuatu yang tidak dapat kutinggalkan”
“Apa?”
“FairyGodMother”
“Oh,
jadi kau tidak ingin meninggalkanku?”
“Benar!
Kau adalah aset berharga. Sihirmu sangat bermanfaat untuk menyingkirkan
orang-orang yang kubenci. Hahahahahaha!”, Cinderella tertawa jahat.
Tak
pernah kusangka, Cinderella ingin memanfaatkanku. Seharusnya aku tidak perlu
membantunya dari awal. Kuhembuskan nafasku perlahan. Pikiranku menjadi tenang.
Dengan tegas kukatakan mottoku kepada Cinderella.
“Maaf,
aku tidak bisa menggunakan sihirku untuk niat jahat”
“Itu
bukan niat jahat. Aku hanya ingin terbebas dari kakak tiriku. Aku ingin
merdeka. Merdeka!”
“Baiklah,
apa yang kau ingin aku lakukan pada kakakmu?”
“Bakar
dan lempar mayatnya ke laut”
“BODOH!
ITU KEJAHATAN!”
“Ambil
jiwanya”
“Itu
juga kejahatan. Selain itu, aku tidak bisa mengambil jiwa”
“Kau
pasti bisa! Kau belum pernah mencobanya kan?”
“Tidak
akan pernah kucoba!”
“Pelit!”
Aku
tidak mempedulikan ucapannya lagi. Kukemudikan limo menuju kembali ke taman.
Sesampainya di taman, kami keluar dari mobil. Kuperhatikan kaki Cinderella yang
hanya mengenakan satu sepatu kaca.
“Hei,
dimana sepatu kacamu?”
“Kuberikan
kepada pangeran”
“Hah!
Kau berikan! Bukankah seharusnya kau jatuhkan?”
“Jika
kujatuhkan, mungkin akan diambil oleh orang lain”
“Bila
kau berikan langsung kepada pangeran, bukankah pangeran akan kebingungan?”
“Itulah
strategi untuk lari. Membuat musuh bingung dan memberikannya kejutan”
“Ah,
aku mengerti. Sebenarnya kau tidak ingin meninggalkan pangeran tampan itu. Jadi
kau memberikannya petunjuk berupa sepatu kaca”
“Ternyata
kau sadar juga. Akan kubuat pangeran itu mencariku. Kemudian, akan kuambil
semua harta bendanya. Rencana yang brilian. Aku kaya!”
Gadis
ini benar-benar seorang penjahat. Aku tidak bisa membiarkannya. Jika ini terus
berlangsung, dia akan menjadi kriminal yang kejam. Aku harus membimbingnya ke
jalan yang benar.
“Cinderella.
Tahukah kau bahwa kejahatan-kejahatan yang kau lakukan akan berbalik
menyerangmu suatu saat nanti. Kau akan mendapatkan hukuman dari dewa atas semua
tindakanmu”
“Aku
tidak percaya pada Dewa”
“Bagaimana
bila detektif berhasil membocorkan rencanamu. Kau akan ditangkap dan dihukum
dengan sangat berat"
“Akan
kususun rencana untuk membunuh detektif itu sebelum dia menangkapku”
Sekarang
aku sadar. Gadis ini tidak jahat. Gadis ini busuk. Sampah dunia. Dia lebih
rendah dari bakteri. Apapun yang kukatakan, aku tidak dapat menolongnya.
“Kau
sudah melakukan kesalahan besar. Seharusnya kau tidak membicarakan rencana ini
padaku. Sekarang ikut aku! Akan kubawa kau ke kantor polisi!”
Kugenggam
tangannya erat-erat. Kutarik dia ke dalam mobil. Aku yakin, jika kubicarakan
masalah ini pada polisi, hukuman untuknya akan lebih ringan.
“Hei!
Apa yang kau lakukan! Ini sudah malam!”
“Polisi
selalu terjaga 24 jam”
“TIDAK!
HENTIKAN! TOLONG! Seseorang, tolong aku!”
Teriakan
itu membuatku terpaksa melepaskannya. Aku kehabisan kata-kata. Dia sudah
membuatku malu. Teriakannya begitu keras. Cukup untuk membangunkan penduduk. Perilakunya
sudah kelewatan. Kekanak-kanakan. Dia bisa saja berbicara baik-baik denganku.
Dia tidak perlu bereaksi secara berlebihan. Perilakunya membuatku muak.
Kepalaku terasa panas. Emosiku menjadi tidak terkendali.
“SUDAH!
PULANGLAH! Aku tidak mau membantumu!”
Kuteriaki
dia dengan kasar. Cinderella tampak ketakutan. Tubuhnya bergetar. Dia berlari.
Melangkah pergi meninggalkanku. Sosoknya semakin jauh dariku. Aku pun hanya
dapat terpaku menatap kepergiannya. Dapat kulihat setetes air mata melayang
melewati pipinya. Cinderella berusaha menutupi air matanya. Namun air mata itu
terus memancar.
Sesaat
aku mulai sadar. Mungkin aku terlalu kasar padanya. Mungkin saja dia hanya
bercanda. Meskipun candanya sangat berlebihan, aku tidak seharusnya berkata
kasar. Aku sangat tidak berperasaan. Cinderella tidak mungkin ingin bertemu
denganku lagi.
---------------------------------------------
Dingin
menembus kulitku. Kududuk sendiri di taman yang sepi. “Haah…”, kuhembuskan
nafas. Ingin rasanya kutenangkan pikiranku. Namun di otakku hanya ada
penyesalan.
Kubaringkan
tubuhku di kursi taman. Meskipun tidak selembut tempat tidurku, kursi itu
terasa nyaman.
Sudah
satu jam semenjak Cinderella pergi dari hadapanku. Mungkin sekarang dia sedang
tertidur. Aku tahu, besok pangeran akan datang mencarinya dan dia akan dibawa
ke istana. Dan sekarang, aku hanya dapat berbaring sambil memandangi
bintang-bintang.
“Hei,
FairyGodMother”
Aku
terkejut. Kuangkat daguku untuk melacak suara yang muncul dari belakang.
“Pakailah
selimut ini! Kau pasti kedinginan”
Tak
dapat kusangka. Cinderella berada di belakangku dan memberiku selimut hangat.
Kuangkat tubuhku ke dalam posisi duduk.
“Cinderella!
Apa yang kau lakukan disini?”
Cinderella
duduk disampingku. “Aku tidak bisa tidur! Jika aku menemuimu, mungkin saja kau
akan menunjukkan sihir yang menarik.”
“Hahaha,
aku juga tidak dapat tidur. Aku merasa bahwa sekarang aku sedang tertidur. Jadi
tidak baik bagiku untuk tidur di dalam tidur”
“Apa?
Aku tidak mengerti maksudmu”
“Yah,
lupakan saja. Anggaplah aku tidak butuh tidur”
“Sepertinya
kau sudah tidak marah lagi”
“Tentu
saja aku masih marah. Tidak seharusnya kau berteriak-teriak seperti itu. Jika
kau mau berjanji untuk tidak melakukannya lagi, aku akan memaafkanmu”
“Ya,
ya, ya. Aku berjanji, aku tidak akan berteriak-teriak lagi”
“Syukurlah,
sepertinya kau sudah tidak menangis lagi”
“Hei,
aku tidak menangis”
“Jangan
bohong. Aku tahu kau sedang menangis”
“Huh,
terserah. Anggap saja aku menangis”
Mendengarnya
berkata seperti itu, aku pun tertawa. Akhirnya dia tidak berusaha melawan
argumenku. Ini kemenangan pertamaku dalam permainan katanya. Kemenangan ini
menyegarkan pikiranku. Kami pun mulai berbincang-bincang.
“Hei
Cinderella, kau tidak benar-benar ingin merebut harta pangeran kan?”
“Aku
hanya ingin tinggal di Istana dan menjadi tuan putri. Kemudian, aku akan
jadikan kakak tiriku sebagai pembantu dan kusuruh dia melakukan pekerjaan rumah”
“Hahahaha,
kau tidak pernah berubah. Tahukah kau bahwa hidup mewah tidaklah senyaman yang
kau bayangkan?”
“Benarkah?
Menurutku itu nyaman”
“Aku
punya seorang teman yang keluarganya sangat kaya raya. Saat aku berkunjung di
rumahnya, dapat kulihat kemegahan dan kemewahannya. Namun, temanku sering
mengeluh. Karena rumahnya besar, dia harus menempuh perjalanan yang sangat jauh
ketika ingin pergi dari satu tempat ke tempat lain. Selain itu, dia punya
banyak sekali pakaian yang membuatnya pusing sendiri. Ditambah lagi pegawainya
sangat banyak. Mereka berputar-putar kesana kemari untuk membersihkan rumah. Memenuhi
setiap sudut ruangan. Suara mesin penyedot debu berteriak riuh. Semuanya
terlihat sangat sibuk. Sungguh tidak nyaman.”
“Hmmm,
kau benar juga. Mungkin hidup sederhana lebih baik dari hidup mewah”
“Jadi,
apakah putri Cinderella tetap ingin tinggal di Istana?”
“Akan
kupertimbangkan lagi”
“Hahahaha.
Ternyata tuan putri pintar juga. Kukira kau akan terpengaruh”
Sekali
lagi aku tertawa dibuatnya. Perbincangan ini membuat hatiku damai. Pikiranku
menjadi segar. Suasana menjadi sejuk.
Aku
menengadah ke atas. Kulihat bintang-bintang indah di atas langit. Aku ingin
pergi ke sana. Terbang. Menggapai bintang.
Kuangkat
tubuhku dari tempat duduk. Aku melangkah menuju ke hadapannya. Kusodorkan
tanganku padanya.
“Ada
yang ingin kutunjukkan! Bersediakah putri ikut bersamaku ke istana?”
Cinderella
tersenyum. Diterimanya uluran tanganku. “Ya, aku bersedia”
Dengan
tanganku yang lain, kuambil tongkat sihirku. Kuayunkan tongkat itu kesana
kemari. Ujung tongkat itu kembali bercahaya. Memancarkan cahaya sejuk yang
menakjubkan.
Sekarang
aku mengerti cara kerja dari tongkat ini. Tongkat ini memantulkan imajinasiku.
Membawa pikiranku masuk ke dunia. Mewujudkan impian menjadi kenyataan.
“Zero
Gravity!”, kuteriakkan sebuah kalimat dalam bahasa Inggris.
“Prang!”
Berat
di tubuhku semakin berkurang. Semakin lama semakin hilang. Tubuh kami mulai
melayang-layang di udara.
“Hei!
Kita terbang!”, kata Cinderella.
Kugenggam
tangannya erat-erat.
“Ayo!
Kita akan ke Istana sekarang”
Kami
terbang. Melesat di udara. Membelah awan. Merasakan sejuknya udara pagi. Dari
atas awan, kami memandang sebuah kota yang indah. Kota klasik yang mengagumkan.
Kuarahkan
pandanganku ke samping. Kuperhatikan Cinderella yang senang. Dapat kulihat tawa
kebahagiaan. Dia melihatku dan tersenyum. Senyumannya menyejukkan hati.
“Lihat!
Disitulah Istana!”, Kuarahkan jari telunjukku ke depan. Terlihat sebuah istana
megah, memancarkan kilauan permata.
“Wah,
Indahnya!”, kata Cinderella.
Kami
terbang dengan sangat cepat. Menembus udara. Menerjang angin yang menghadang.
Berhasil
kulihat kilauan Istana dari dekat. Kami mengelilingi Istana itu. Kemudian
terbang ke puncak menara Istana. Kuturunkan tubuhku. Perlahan-lahan, kaki kami
menginjak atap istana. Tepat di depan mata kami, sebuah cahaya bersinar.
Fajar
telah tampak. Matahari bangun dari tidurnya. Membuka matanya, memandang kami
dari kejauhan. Sungguh indah. Cahaya hangat yang dipancarkan, jauh lebih indah
dari sebuah permata. Lebih indah dari Istana
yang ada di bawah kami. Kami sangat takjub.
“Tuan
putri, jangan melihat matahari secara langsung. Itu tidak baik untuk mata”
“Mataku
tidak apa-apa. Biarkan aku melihatnya sebentar saja”
Untuk
beberapa saat aku terdiam. Kuperhatikan matanya. Bagaikan cermin, matanya
memantulkan kilauan cahaya matahari yang sangat indah. Aku tersenyum. Kembali
kuarahkan pandanganku menuju matahari pagi yang memancarkan warna. Kami pun
bersenda gurau, menikmati waktu kami di bawah sinar yang segar.
“Matahari
sudah terbit. Sudah saatnya tuan putri pulang”
“Baiklah.
Aku sudah cukup puas disini. Terima kasih FairyGodMother!”
“Sama-sama!”
Kembali
kubawa Cinderella terbang di awan. Terbang kembali menuju ke taman. Bunga-bunga
bermekaran. Anak kecil berlari-lari kesana kemari. Taman yang sangat indah. Kubawa
dia turun menuju taman yang indah itu.
“Huf.
Perjalanan yang menyenangkan. Kuharap kita dapat melakukannya sekali lagi”
“Ya.
Aku akan sangat menantikannya”
Cinderella
melangkah pergi dengan bahagia. Kulambaikan tanganku kepadanya. Inilah
perpisahan yang paling menyenangkan. Waktu-waktu yang telah kita lalui bersama
membuatku merasa puas. Aku pun melangkah pergi meninggalkan taman itu.
---------------------------------
Satu
jam telah berlalu. Waktu itu kugunakan untuk melihat-lihat kota di pagi hari. Meskipun
pagi masih muda, para penduduk sudah bangun. Mereka memulai aktifitas mereka
masing-masing. Wanita-wanita menjemur pakaian-pakaian mereka. Pedagang-pedagang
mempersiapkan barang dagangannya. Beberapa orang pergi menuju hutan untuk
berburu. Kota ini tampak begitu hidup.
Aku
jadi mengingat-ingat kebiasaanku di rumah. Bangun kesiangan, tidak mandi, tidak
gosok gigi. Ketika aku bangun, adikku yang manis sudah pergi ke sekolah
meninggalkanku. Aku mulai sarapanku dengan roti isi. Tepat ketika roti itu
tinggal separuh, segera kukenakan seragam dan berlarian menuju sekolah. Aku
berlari melewati trotoar dengan roti yang masih tertanam di rahangku.
Benar-benar kebiasaan yang buruk. Mulai hari ini aku akan mencoba untuk bangun
pagi.
Tur
dilanjutkan. Sekumpulan wanita terlihat sangat antusias. Mereka seperti sedang
membicarakan gosip-gosip panas. Aku pun mulai penasaran dibuatnya. Kudatangi
mereka.
“Hai,
selamat pagi. Bolehkah aku tahu apa yang sedang kalian bicarakan?”
Salah
satu wanita menjawab, “Oh, ada berita dari Istana. Pangeran sedang mencari
gadis yang kemarin mengenakan sepatu kaca”
Wanita
lain menyahuti, “Dua jam yang lalu pangeran mengelilingi kota untuk mencarinya.
Namun, ada berita bahwa pangeran berhasil menemukan gadis itu di sebuah rumah
di dekat taman kota”
“Hah!
Pangeran berhasil menemukannya!?”
“Ya!
Pangeran mengajak gadis itu untuk tinggal di Istananya. Uh, aku jadi iri!”
Sudah
kuduga. Dapat kubayangkan Cinderella sedang berurusan dengan sepatu kaca yang
dibawa pangeran. Aku percaya, Cinderella pasti akan menolak ajakan dari
pangeran. Jika pangeran tetap mendesaknya, aku akan datang untuk
menyelamatkannya. Tidak akan kubiarkan dia menderita bersama tumpukan gaun dan
pegawai.
Kulanjutkan
perbincangan kami. “Lalu, apa gadis itu menerima ajakan pangeran?”
“Tentu
saja! Siapa yang tidak ingin tinggal di Istana bersama pangeran?!”
“Eh?!
Pangeran tidak memaksanya?”
“Untuk
apa pangeran memaksanya! Kami sudah kenal baik dengan pangeran. Dia bukan tipe
orang yang akan memaksakan kehendaknya!”
Tanpa
mengucapkan sepatah kata, aku berlari meninggalkan kerumunan wanita-wanita itu.
“BODOH!
Kenapa dia tidak menolak ajakan pangeran. Kupikir dia adalah gadis yang baik
dan rendah hati. Ternyata sama saja. CINDERELLA SERAKAH!”
Aku
berlari dengan sangat kencang. Tanpa kusadari, air mataku mengalir. Air dingin
menyentuh pipiku. Aku tak dapat menahan tangisku. Kuusapkan kerah bajuku ke
wajah. Namun, air mata terus mengalir
membasahi wajahku. Pergelangan tanganku menutup wajah. Menyembunyikan air mata
kekelaman. Aku terus berlari. Aku tak bisa berhenti berlari. Bergerak tak
pasti. Berlari tanpa tujuan. Dalam ratapan kesedihan.
---------------------------
Perlahan-lahan,
langkahku melambat. Aku mulai kelelahan. Kusingkirkan tangan yang menutupi
wajahku. Pandanganku masih terlihat kabur. Namun, dapat kulihat bayang-bayang
kursi taman. Berdiri sendiri tanpa ada yang menemani.
Aku
duduk, memberi waktu kepada tubuhku untuk beristirahat. Air mataku terus
mengalir. Kututup wajahku kembali dengan kedua tanganku.
“Hei!”,
teriak seseorang.
Teriakan
itu tidak kuhiraukan. Hatiku kelam. Aku sudah tidak peduli dengan lingkungan
sekitarku.
“Hei!
FairyGodMother!”
Aku
terkejut. Kuarahkan kepalaku ke belakang.
“Oh!
Kenapa kau menangis?”
Cinderella
berdiri tepat dibelakangku. Wajahnya tampak bingung. Aku pun bingung. Mulutku
tidak bisa bergerak. Tak ada kata-kata yang dapat kuungkapkan kepadanya.
“……………………………………………”
“Hei!
Kau tidak mau membicarakannya denganku ya?”
“……………………………………………”
“Nih!
Pakailah selimut ini untuk mengusap air matamu!”
Kuterima
selimut itu. Kutempelkan pada wajahku dan mulai kuusap. Air mataku berhenti
mengalir. Setiap usapan menghilangkan kesedihan diwajahku. Akhirnya, hanya ada
kebahagiaan di wajahku. Kukembalikan selimut itu pada Cinderella.
Aku
berkata kepadanya, “Hei! Ini sudah kedua kalinya kau muncul di belakangku
dengan selimut. Bukankah seharusnya kau berikan aku sapu tangan?”
“Memangnya
itu penting. Selimut juga menyerap air kan?”
Aku
tersenyum. Dapat kusadari bahwa dia sedang mengajakku bercanda. Aku pun mulai
tertawa. Menertawakan diriku sendiri. Menertawakan Cinderella. Menertawakan
dunia.
“Kau
sudah gila ya?”, tanya Cinderella.
“Haaaah”,
kuhembuskan nafas. Aku mulai bertanya kepadanya.
“Jadi,
apa yang terjadi pada pangeran? Kau tidak membunuhnya kan?”
“Tentu
saja tidak. Pangeran datang ke rumahku dan menyuruh semua wanita untuk mencoba
sepatu kacaku. Tentu saja sepatu itu cocok di kakiku. Namun aku menolak ajakan
pangeran untuk tinggal di Istana”
“Hmmmm,
aku mendengar berita dari penduduk bahwa kau ikut bersama pangeran menuju ke
Istana”
“Oh!
Penduduk salah sangka. Aku meminta pangeran untuk membawa kakak tiriku ke
Istana. Kakak tiriku pun tidak menolaknya. Ternyata pangeran sangat mudah
dimanfaatkan. Dengan begini, aku bebas. Tidak ada lagi yang berani
meyuruh-nyuruhku. Hahahahahaha!”
“Benar-benar
teknik mengusir paling aneh yang pernah kutahu. kau memang tidak berubah ya!
Syukurlah!”
“Jangan
senang! Kau tidak tahu ya seberapa sulitnya aku mencarimu. Jangan seenaknya
berjalan-jalan di kota tanpa seijinku!”
“He!
Kau mencariku?”
“Sudah
kubilang kan! Ada sesuatu yang tidak bisa aku tinggalkan”
“Ooh!
Kau merindukanku?”
“Benar.
Dengan sihirmu, aku tidak perlu lagi mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah. Dalam
sekali ayunan tangan, seluruh rumahku akan tampak bersih seperti baru”
“Bagaimana
mungkin kau bisa yakin? Bagaimana kalau aku tidak mau membantumu?”
“Kau
harus membantuku! Itu adalah hukuman karena kau telah pergi tanpa seijinku.
Mulai besok kau harus melayaniku. Bersihkan seluruh rumah dan buatkan aku
burger!”
“HAHAHAHAHAHA………..”,
aku kembali tertawa. Inilah Cinderella yang selalu aku kenal. Licik dan egois.
Namun baik hati dan tidak sombong. Dia selalu membawa kedamaian pada orang yang
dekat dengannya. Aku sangat bahagia dapat bertemu dengannya.
------------------------------------
Kembali
kulihat sebuah bintang kecil. Bintang kecil di pagi hari yang melayang-layang
di dekatku.
“Oh,
hai teman kecil”, sapa Cinderella.
“Eh,
kau mengenalnya?”
“Bintang
inilah yang mempertemukan kita”
“E?
Aku tidak mengerti maksudmu”
Tiba-tiba,
bintang itu pecah. Serbuk-serbuk cahaya bertebaran di tubuh kami. Aku pun mulai
sadar. Mungkin saja bintang mungil ini ingin mengajakku pulang.
“Yah!
Sudah waktunya untukku pergi”
Segera
kuucapkan kalimat perpisahanku pada Cinderella.
“Aku
senang bisa bertemu denganmu. Sampai jumpa Cinderella”
“Ya!
Sampai bertemu lagi. Aku akan sangat menantikanmu”
Serbuk-serbuk
itu bercahaya. Semakin lama semakin terang. Kututup mataku perlahan-lahan. Bayangan
Cinderella semakin pudar dari pandanganku. Akhirnya, mataku tertutup dengan
sempurna. Semua menjadi gelap. Sangat gelap. Kembali aku tertidur dalam
keheningan.
----------------------------
Satu
menit telah berlalu. Aku tidak ingin membuka mataku. Rasa kantuk masih
menghantuiku. Namun, entah mengapa kelopak mataku terasa sangat ringan. Kelopak
mataku terbang. Membiarkan cahaya masuk ke dalam pupilku.
“Ah!
Aku bangun!”
Kulihat
jam weker yang ada di sebelahku. Jam menunjukan pukul 5.
“Ini
masih terlalu pagi untuk bangun”
Kembali
kututup mataku dan kupeluk gulingku.
“………………………………………….”
Aku
tak bisa tidur. Entah sejak kapan, rasa kantukku sudah hilang. Aku merasa
segar. Kubangkitkan tubuhku dari tempat tidur.
“Sreeeek!”,
kubuka tirai jendela. Hangatnya sinar matahari pagi menyegarkanku. Aku keluar
dari kamarku. Berjalan menuju kamar mandi untuk mengosongkan kantung kemihku.
“Eh,
tumben kakak bangun sepagi ini”
Dapat
kulihat adikku yang sedang mengosok gigi.
“Ya!
Mulai hari ini kakak akan bangun pagi”
“Kakak
mencurigakan!”
Kulanjutkan
aktifitasku dengan mengosok gigi dan mandi. Keluargaku cukup terkejut melihatku
bangun pagi. Setelah sarapan dengan benar, aku pun sudah siap pergi ke sekolah.
Udara
di pagi hari sangatlah sejuk. Aku berjalan bersama adikku menyusuri trotoar.
Jalan raya terlihat sepi. Tidak ada kebisingan dan asap kendaraan. Jika
seandainya aku tinggal di kota besar, mungkin jalan raya tidak akan sesepi ini.
Aku bersyukur tidak hidup di kota metropolitan. Kotaku adalah kota yang indah.
Kota yang damai. Kota yang sejuk.
“Hei!
Kakak tidak sakit kan?”
“Tidak
adikku yang manis. Mimpilah yang membuat kakak sadar akan pentingnya bangun
pagi”
“Ah,
kakak benar-benar sakit!”
“Hahahaha….”,
aku tertawa. Entah mengapa, hari itu terasa sangat menyenangkan.
Kulanjutkan
perjalananku. Dari kejauhan dapat kulihat sesosok gadis. Mengenakan seragam
sekolah. Seragam yang sama dengan seragam yang dikenakan oleh perempuan di
sekolahku. Dia berjalan dengan bahagia. Tanpa piker panjang aku berlari
menghampirinya.
“Hei!”,
kupegang pundaknya.
“Ah!
FairyGodMother!”
Sudah
kuduga. Gadis ini adalah Cinderella. Tak dapat kupercaya, dia lebih dulu
mengenaliku dan menyapaku.
“Oh!
Aku bukan FairyGodMother. Kau pasti salah orang!”
“Tidak!
Wajahmu sangat mirip dengannya. Aku tidak mungkin salah!”
“Aku
tidak bisa mengembalikan waktu. Aku juga tidak bisa terbang. Aku bukan
FairyGodMother”
“Kau
bohong!”
“Tidak!
Aku tidak bohong! Buktinya aku tidak membawa tongkat sihirku”
“Hehe,
akhirnya kau mengaku juga kalo kau punya tongkat sihir!”
“Ugh!
Baiklah! Aku FairyGodMother”
“Hehehe!”,
Cinderella tertawa kecil. Adikku mulai memperhatikan kami. Dia menarik-narik
lenganku dengan lugu.
“Kakak,
siapa orang ini?”
“Dia
adalah Cinderella. Kakak bertemu dengannya dan membuatkan gaun untuknya. Juga
limousine dan sepatu kaca”
“Ah,
kakak gila. Nanti akan kulaporkan ke ibu agar kakak dibawa ke psikiater”
Cinderella
menatap adikku.
“Oh!
Kamu adiknya FairyGodMother. Tolong ingatkan kakakmu untuk selalu membawa
tongkat sihirnya”
“Ugh!
Gadis ini juga gila! Aku tidak boleh berlama-lama di sini. Nanti aku juga akan
tertular virus gila”
Aku
hanya dapat menahan tawa melihat tingkah adikku.
“Jangan
takut! Dia memang Egois, cengeng dan manja. Namun dia tidak mengigit kok”
“Hei! Kaulah yang cengeng dan manja! Apa kau
ingat, kau menangis di kursi taman!?”
“Ya,
aku memang menangis. Tapi kau lebih banyak menangis di sana. Kau menangis di
sana saat gaunmu robek. Kau juga berlari sambil menangis saat aku memarahimu”
“Uh!
Kaulah yang membuatku menangis”
“Aku
tidak peduli siapa pelakunya. Yang pasti, kau menangis pada waktu itu”
“Huh!
Terserah! Anggap saja aku cengeng”
“Hehehe,
aku menang lagi. Sepertinya aku tidak akan kalah di bagian ini”
“Uuuh!”
Aku
tersenyum. Kembali kusodorkan tanganku padanya.
“Jadi,
bersediakah tuan putri ikut bersamaku ke sekolah?”
Perlahan-lahan,
Cinderella pun mulai tersenyum. Diterimanyalah uluran tanganku.
“Ya,
aku bersedia!”
“Baiklah!
Zero Gravity! Speed up!”
“Bwush!”
Aku berlari dengan sangat cepat meninggalkan mereka berdua.
“Hei!
Kau curang!”
Segera
dia berlari mengejarku. Berkali-kali aku melihat ke belakang. Perlahan-lahan
Cinderella mulai mendekatiku. Tak dapat kusangka, hanya dalam hitungan detik
dia sudah berlari di sebelahku.
“Weee!
Dasar manja!”, dia mengejekku.
“Sial!
Tidak akan kubiarkan kau memdahuluiku! Speed up! Heeeeea!”
“Bwush........................................”
Berlari.
Menangis. Tertawa. Bintang-bintang kecil telah mempersatukan kami dalam mimpi.
Dalam tangis kesedihan. Dalam tawa kegembiraan.
-----THE END-------
"Waaaaaa!" ><
BalasHapusIni pertama kalinya aku bikin love story. Jadi malu.
Padahal rencana awalnya gak kaya gini, tapi biarlah. Ceritanya jadi bagus kan? ^^
Ah, aku sombong sekali sih! Gak sebagus itu kok.
Tapi aku merasa bagus!
Waduh, kebanyakan curhat. Semoga aja aku gak digarai gara bikin love story. Maksudnya ku publish sih biar ada yang baca. Kan percuma kalo buat cerita ga ada yang baca. Tapi aku gak mau digarai T_T.
Ugh, tambah banyak curhatnya!
Terima kasih!