Follow me!

Jumat, 25 Mei 2012

FairyGodMother

Dor, dor, dor! Dentuman senapan bergema di speakerku. Impuls bunyi mengetarkan setiap ruang dari gendang telingaku. Gendang telingaku beresonansi dan menggetarkan tulang-tulang telinga.
“BERISIIIK!, Kakak main apa sih!?”.
“Kakak lagi main -‘CALL OF DUTY: MODERN WARFARE’- ”.
“Bangga sekali kakak ini, itu kan sudah ketinggalan jaman. Pokoknya kakak jangan berisik, aku mau nonton film!”
“Eh, gak mau! Kalo suaranya gak keras gak seruuu!”
“Egois sekali kakak! Kakak tau gak kalo kakak sudah merugikan diri sendiri dan orang lain. Dengan mengeraskan suara speaker, sebenarnya impuls bunyi elektronik yang dihasilkan tidak baik untuk kesehatan telinga. Terutama oleh bunyi yang keras, dan bla bla bla bla bla…………”
Selagi adikku berkotbah tentang “dampak dari suara keras bagi diri sendiri dan orang lain”, mari kita mulai perkenalan karakter. Umurku 17 tahun. Aku adalah seorang siswa SMA. Seorang pengkhotbah bijak yang berada di sampingku adalah adikku. Dia sering menasehatiku karena cemburu pada game-game kebanggaanku.
Sangat disayangkan bahwa aku tidak punya cukup waktu untuk perkenalan. Impuls ultrasonik yang dihasilkan oleh adikku telah membuatku menderita selama 1001 malam. Derita mengerikan dari neraka. Derita berdarah yang membelah. Derita yang menusuk. Mencabik. Mengiling dan merebus.
Hidupku seperti kotoran. Makan habis buang. Ingin rasanya kuakhiri hidupku ini. Sudah saatnya aku mati. Mati sebagai manusia. Bukan mati sebagai kotoran. Aku akan bertekad, untuk mengakhiri derita hidup ini!.
“Oke, oke! Cukup! Kakak yang baik ini akan berhenti main -‘CALL OF DUTY: MODERN WARFARE’- ”
“Tidak perlu disebut lagi judulnya. Memangnya kakak sebangga itu bisa main COD:MW”
“Weh, jangan disingkat dong! Tidak keren!”
“Terserah deh, aku mau nonton!”
Adikku melangkah jauh dari komputerku. Ingin rasanya aku meneruskan game kebanggaanku. Namun apa dayanya. Jika kuteruskan, aku akan merasakan kengerian kotoran.
Karena tidak bisa di-save, akhirnya kuarahkan cursor ke tombol quit.
“Inikah akhirnya. Setelah sekian lama ku berjuang, apakah ini harus berakhir?”.
 Perasaanku sangat berat. Mouse yang seharusnya hanya 1 centi dari tanganku terasa sangat jauh. Sangat amat jauh. Semakin jauh.
“Bisakah aku melakukannya?”, aku mulai meragukan diriku sendiri.
“Aku harus mengakhiri ini semua. Inilah realita kehidupan!”.
Jariku bergerak. Turun perlahan-lahan. Akhirnya, dapat kurasakan kelembutan kulit dari mouseku.
“TUNGGU! JANGAN LAKUKAN ITU!”, teriak hati nuraniku.
Jariku membeku. Dapat kurasakan ketakutanku.
Setan kecil dihatiku terus mendesakku, “Lakukanlah! Ini demi adikmu!”.
“TIDAK! Kau tidak boleh melakukannya. Berapa banyak nyawa yang harus kau bayar jika kau menekan tombol itu?!”.
Pertikaian antara hati nurani dan setan semakin membuatku menderita. Diriku lebih rendah dari kotoran. Aku adalah hama. Kotoran dapat menyuburkan tanah. Namun hama hanya dapat merusak!. Aku ingin mengakhiri ini semua.
“KLIK!”, terdengar bunyi yang mengejutkan.
“TIDAAAAAAAAK!!!!”. Hati nuraniku mulai menangis. Setan kecil semakin berkuasa.
 “KLIK, KLIK, KLIK!”. Tanpa sadar aku sudah mengeklik tombol shut down.
“Jadi, seperti inikah aku akan berakhir?”. Aku melangkah menuju sudut ruangan. Aku duduk meratapi nasibku. Sedih….
-----------------------------------------------------------------

“Inilah dunia nyata. Dunia tempatku hidup. Aku tidak bisa terus seperti ini! Aku ingin bangkit!”, Kuangkat daguku. Cahaya harapan bersinar. Terang, hangat, nyaman. Pandanganku menjadi kabur. Cahaya harapan menyilaukanku. Setiap kedipan mata, cahaya itu mulai terlihat jelas. Perlahan namun pasti. Hingga akhirnya kudapat melihat arti dari balik cahaya itu.
“Cinderella! Wipe the floor!”
“Yes mother”
Sebuah drama sinetron sedang ditayangkan di layar kaca kesayangan keluarga. Dapat kulihat adikku yang sedang asyik menonton adegan-adegan penyiksaan dalam rumah tangga. Kuhampiri adikku. Kutanyai dia sejuta pertanyaan.
“Dik, lagi nonton apa?”
“Adik lagi nonton -‘CINDERELLA’- by Disney ”.
“Heh? Itu film kan udah ketinggalan jaman. Lagian kamu ini cowok. Masa nonton film kartun kaya gitu!”
“Eh!, inget gak kakak kemarin lusa nonton apa?”
“Inget lah! Kakak nonton Barbie kan?! Yang ada peri-perinya. Itu film keren!”
“Kakak ga tau ya kalo itu film buat cewek?”
“Mana mungkin! Temen-temen kakak yang cewek aja ga ada yang bicarain itu film”
“Kakak sudah SMA. Mana ada temen kakak yang masih suka film begituan!”
“Banyak komentar kamu, yang penting kan kakak suka. sudahlah, kakak mau ikutan nonton Cinderella!”
“Lho, katanya tadi udah ketinggalan jaman. Kok akhirnya kakak ikut nonton juga?! Ah, kakak aneh!”
Kembali kami menatap layar televisi. Perhatianku kupusatkan pada film kartun lucu nan imut itu. Dapat kusaksikan derita hidup Cinderella. Ketika teman-teman hutannya membuatkan gaun untuk Cinderella, kakak-kakak tiri Cinderella marah. Mereka merobek-robek gaun manis itu dan pergi meninggalkan Cinderella yang sekarat. Kekecewaan menyelimuti jiwa Cinderella. Tangisannya membanjiri VCD playerku. Di tengah kesedihan Cinderella yang mendalam, muncullah sang ibu peri. Nama peri itu adalah ‘FairyGodMother’.
-------------------------------------------------------

Waktu pasti berlalu. Pada akhirnya, kusadari bahwa cahaya harapan telah redup. Jari adikku memencet tombol power pada VCD player. Tirai telah ditutup. Pertunjukkan telah usai. Langit semakin redup. Malam memancarkan kegelapan. Tiba waktuku untuk tidur.
Ku melangkah dengan lunglai. Kudorong tubuhku ke tempat tidur. Dapat kurasakan kehangatan kasurku yang nyaman, lembut, dan hangat. Kelopak mataku turun secara perlahan-lahan. Pikiranku melayang, terbang jauh menuju kegelapan. Telingaku sepi. Kutidur dalam keheningan.
“………………………………………………………………….”
Kurasakan kelembutan angin malam. Menggetarkan bulu. Menembus mimpiku.
“Indahnya!”
Itulah kalimat pertama yang muncul. Sebuah bintang mungil berputar-putar mengelilingi tubuhku. Kemudian bintang itu pecah, dan menaburkan debu cahaya. Cahaya terang yang melapisi tubuhku. Seperti serbuk “Tinker bell”, peri kecil teman peter pan yang merupakan tokoh maskot milik Disney.
“………………………………………………………………………”
“Huhuhuhuuuuu! T_T”
Terdengar suara tangisan. Kubuka mataku lebar-lebar. Aku berada di jalan setapak. Terdapat rumah-rumah kuno yang tidak tersusun secara rapi. Tidak ada jalan raya, tidak pula ada lampu. Ini adalah zaman pertengahan.
“Inikah alam mimpi?”, pikirku dalam hati
Setelah puas meneliti sekelilingku, aku mulai melihat diriku sendiri. Baju tidurku yang lentur dan nyaman berubah menjadi Tuxedo yang rapi dan menawan. Di sakuku, dapat kulihat sebatang stik kayu. Mirip seperti tongkat sihir Harry Potter.
“Karena ini mimpi, mungkin aku dapat melakukan sihir”, pikirku.
Kuayunkan tongkat itu kesana kemari. Berputar-putar bagaikan angin taifun. Aku tak tahu apa itu mantra sihir. Jadi yang bisa kulakukan hanyalah berkata.
“Keluarlah! Soal Ujian Nasional tahun ini!”
“Prang!”, suara piring pecah.
Tepat dibawah kakiku, muncul bundelan soal yang dibungkus kertas karton.
“Dokumen Negara. Sangat rahasia. Tidak salah lagi!”
Segera kubuka bundelan soal itu.
“Soal-soal ujian mata pelajaran Seni Rupa. Sungguh aneh ada mata pelajaran seperti ini di ujian nasional nanti”
Kembali kuayunan tongkat sihir itu. Kali ini, ujung tongkatku mengeluarkan cahaya terang. Cahaya yang mengikuti tanganku. Dapat kurasakan kekuatan yang besar, mengalir di tanganku.
“Kembalikan waktu ke 30 menit yang lalu!”
“Prang!”
Bumi bergerak. Tanah bergetar. Dunia serasa berputar. Aku hanya dapat menyeimbangkan tubuhku agar tak terjatuh. Gempa berlangsung selama 30 menit. Sampai akhirnya berhenti. Aku kelelahan.
“Dasar sihir tak berprikemanusiaan! Aku harus menahan gempa selama 30 menit! Untunglah aku tidak mengembalikan waktu ke 1 tahun yang lalu!”
Aku mengerutu. Namun kemudian aku tersadar. Bahkan di film, tak ada sihir yang dapat mengembalikan waktu. Ini bukan sihir biasa. Akulah Dewa dunia baru. Satu-satunya Dewa, yang akan menguasai dunia.
“HUAHAHAHAHAAAA!”, tawa jahatku
“Huhuhuhuuuuuuu ( T_T )”, muncul kembali suara tangisan.
Aku terkejut. Ternyata tangisan itu terus berlangsung selama 30 menit. Rasa penasaranku mulai muncul.
“Siapakah orang yang menangis tersedu-sedu dalam kesedihannya karena diperlakukan jahat oleh saudara tirinya dan dirobek-robek gaunnya. Kemudian bertemu dengan ibu peri dan dikabulkan permintaannya?”
Aku tak tahu siapa orang itu. Namun yang aku tahu, dia terus menangis tersedu-sedu sedangkan sang ibu peri belum juga muncul. Sebagai Dewa, aku harus menyelamatkannya!
Kuikuti sumber suara itu. Akhirnya, tibalah aku di sebuah taman. Kulihat gadis, dengan gaun yang indah menangis di kursi taman. Tunggu!, tidak seharusnya gaun itu indah. Aku pun mulai mengayunkan tongkatku.
“Rusaklah! Gaun indah!”
“Prang!”
Beberapa bagian dari gaun itu mulai robek. Gaun yang indah itu sekarang tampak seperti sampah. Gadis itu berhenti menangis. Dia melihat gaunnya yang rusak. Dari sakunya, dia ambil pita ukur. Kemudian dia mulai mengukur setiap sudut dari gaunnya.
“Apakah mungkin gadis itu seorang Designer baju?”, pikirku.
Beberapa menit kemudian dia berhenti mengukur. Pita ukur itu masuk kembali ke dalam sakunya. Dia melihat suasana di sekitarnya. Akhirnya, dia pun menyadari keberadaanku. Mata kami bertemu.
“HUAAAAAAA!”, kembali dia menangis.
Dengan panik kuberlari menuju ke arahnya.
“Ada apa?!”, tanyaku.
“Kau jahat! Kau merusak gaunku! Hiks, hiks”
“Hah?! Bukan aku! Kakak tirimulah yang telah merusak gaunmu!”
“Kau bohong (/sob)”
“Sungguh! Aku tidak bohong! Kecuali dengan sihir, tidak mungkin aku bisa merusak gaunmu tanpa menyentuhnya”
“Tidak! Kau bohong! Aku tidak punya kakak tiri”
“Hah?! Itu tidak mungkin!Kau pasti bohong!”
“Kau jahat! Mana mungkin gadis semanis ini berbohong!”
“ Heh? (/swt) Tapi, tapi………”
“Aku tidak mau tahu! Kau harus belikan gaun baru. Harganya tidak boleh kurang dari 100 ribu dollar!”
“Eh?”
“Selain itu, belikan juga kereta kuda yang indah dan sepatu kaca. Ingat, sepatu kaca itu harus sesuai dengan ukuran kakiku. Beli yang nomor 5 atau 5.5. Jangan beli nomor 6 karena akan merusak kulit kakiku!”
Sesaat aku terdiam. Aku terkejut oleh sikapnya. Apa yang harus dilakukan Dewa dalam kondisi seperti ini? Aku bisa saja memberi semua yang dia minta dengan sihirku. Namun, Dewa tidak bisa begitu saja memberi apa yang diinginkan rakyat.
“Kenapa aku harus membelikanmu kereta kuda dan sepatu kaca? Bukankah yang rusak hanya gaunmu?”
“Aku harus ikut pesta yang diadakan pangeran. Aku akan lakukan cara apapun untuk pergi ke sana!”
“Cara apapun? Apa kau serius?”
“Ya! Meskipun aku harus mencuri, merampok, membunuh, mencuri……..”
“Cukup-cukup! Tidak perlu mencuri 2 kali. Aku adalah Dewa yang akan mengabulkan semua permintaanmu”
“Kau bohong! Dewa itu tidak ada!”
“Bodoh, Dewa itu ada! Aku bisa membuktikannya!”
Segera kuayunkan kembali tongkatku. Kekuatan ditanganku kusalurkan ke ujung tongkat.
“Jadilah, gaun indah!”
“Prang!”
Tiba-tiba, gaun sampah yang dikenakan gadis itu bersinar. Cahaya terang menyelimuti tubuh gadis itu. Perlahan-lahan, cahaya itu mulai meredup. Terbentuklah sebuah gaun indah. Dengan kilauan berlian. Keindahan sayap malaikat. Ekor dan telinga kucing yang menambah manisnya rasa. Gadis itu pun menjadi cantik dan menawan.
“Waaaa! Apa ini?! Norak!”, teriak gadis itu.
“Apa!? Desain gaun itu adalah yang termanis di dunia”
Gadis itu mulai menjulurkan tangannya ke belakang. Dia melepasi satu-persatu aksesoris manis yang kubanggakan. Sayap, ekor dan telinga. Dia bawa aksesoris itu dan dilemparkannya ke tempat sampah. Kemudian, dia lepas semua berlian yang ada di gaunnya dengan kasar. Aku tak dapat menyangka bahwa berlian yang dijahit dengan rapat-rapat dapat dilepas oleh seorang gadis.
“Aku tidak suka benda bercahaya! Silau, menyakiti mata!”
Gadis itu pun membuang berlian itu satu persatu tanpa ampun. Aku hanya dapat terpaku dibuatnya. Setelah selesai berbisnis dengan tempat sampah, dia melangkah mendatangiku. Aku harap dia tidak memintaku mendesain ulang gaunnya.
“Sekarang aku percaya! Kau Dewa! Jadi, tumbal apa yang kau inginkan?”
“Eh, Aku tidak pernah meminta tumbal”
“Orang-orang disini selalu memberikan tumbal! Jadi kau bukan Dewa dari tempat ini!”
Aku ingin memberinya pelajaran. Akan kubuat dia ketakutan dan memohon ampun padaku.
“Benar! Aku bukan dewa dari tempat ini. Aku berasal dari neraka. Aku datang untuk mengambil jiwa-jiwa manusia berdosa. Jiwa manusia yang egois! Manusia yang tidak menghargai pemberian orang lain”
 “Oh! Kau seorang turis”
Dia bereaksi dengan tenang. Sepertinya aku gagal membuatnya takut.
“Aku bukan turis! Aku adalah Dewa kematian. Aku datang untuk mengabulkan permintaan manusia. Setelah permintaanya terkabul, akan kuambil nyawa mereka dan…….”
Belum selesai aku berbicara, gadis itu mulai bercerita.
“ 1 tahun yang lalu ada seorang turis asing masuk ke desa kami. Hari sudah larut malam. Turis itu masuk ke dalam salah satu penginapan. Disana dia memesan kamar dan tertidur. Keesokan paginya, para penduduk mendobrak kamarnya dan menyeret turis itu ke taman. Para penduduk mengikatnya di sebuah tiang dan membakarnya hidup-hidup. Kemudian mayatnya diturunkan dan tubuhnya dipotong satu demi satu. Potongan itu dibagi-bagikan dan dimakan. Ada mitos di desa ini bahwa memakan mayat turis akan memperpanjang usia”
“Glek!, K..kau pasti b.b.bohong”
“Kalau tidak percaya carilah penginapan. Besok aku akan memberitahukan keberadaanmu pada penduduk desa”
“Kumohon, jangan lakukan itu! Aku akan beri apapun yang kau mau!”
“Oke, aku ingin…….”
Sesaat aku tersadar. Dia sudah mempermainkanku.
“Tunggu! Mengapa aku harus takut pada penduduk desa?! Aku adalah Dewa! Tidak ada manusia di dunia ini yang bisa membunuhku! Beraninya kau membodohiku! Kau harus mati karena telah mempermainkanku!”
“Tapi, tapi……”
Mata gadis itu mulai basah. Dia menangis tepat di depanku. Hatiku hancur. Aku telah membuat seorang gadis menangis. Aku tidak pantas disebut Dewa. Aku lebih rendah dari hama.
“He..hei, jangan menangis”
“HUHUHUUUU!”, tangisannya semakin menjadi-jadi.
“Kumohon, berhenti menangis. Aku tidak akan mengambil nyawamu sekarang”
Perlahan-lahan, tangisannya mulai reda. Dengan terisak-isak dia berkata, “Jadi, kau akan mengambil nyawaku nanti?”
“Benar”
“HUAAAAAAAA!”, dia kembali menangis dengan keras.
“He..hei! Jangan menangis. Kau akan membangunkan penduduk sekitar”
Dia sama sekali tidak berhenti menangis. Aku mulai panik. Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan.
“Baiklah, aku menyerah! Aku bukan Dewa. Aku hanyalah seorang turis. Kau tidak akan kehilangan nyawa meskipun aku membantumu. Jadi tolong jangan menangis lagi”
Tangisannya pun kembali menjadi isakan.
“Benarkah? Hiks hiks”
“Ya, gaun yang kuberikan itu adalah sebuah sihir”
“Kau penyihir!”, Gadis itu terkejut. Tangisannya berhenti seketika itu juga. Tanpa memberiku kesempatan, dia mulai bercerita.
“Dulu, ada seorang penyihir yang datang ke desa ini. Tanpa diberi kesempatan untuk tidur, penyihir itu ditangkap dan dipukuli sampai mati. Mayatnya diinjak-injak. Dipotong-potong. Tulangnya diremukkan. Sisanya dibuang ke laut dan jiwanya disegel dalam botol. Ada mitos bahwa penyihir mendatangkan bencana”
“Tunggu! Aku bukan penyihir!”
“Siapa pun yang bisa sihir adalah penyihir!”
“Penyihir tidak dapat mengembalikan waktu!”
“Jadi, kau siapa?”
“Aku adalah Dewa!”
“D..d..dewa?”, matanya mulai basah. Dia kembali menangis terisak-isak.
“Tu..tunggu! Aku bukan Dewa”
“Jadi, kau siapa?”
Aku terjebak dalam kebingungan. Akhirnya, akupun mendapat ide.
Aku bertanya, “E…, siapa namamu?”
“Namaku tidaklah penting. Yang terpenting adalah jiwaku”
“Tidak, namamu sangat penting. Jika kau tidak memberitahukanku, aku juga tidak akan memberitahukan jati diriku”
“Baiklah, namaku Cinderella”
“Kalau begitu, aku adalah FairyGodMother”
“Namamu terdengar seperti bahasa Inggris. Kau benar-benar turis ya?”
“Hei, apakah orang-orang disini tak bisa berbahasa Inggris?! Jangan-jangan aku masih berada di Indonesia!”
“Apa kau tidak sadar? Dari tadi kita berbicara dalam bahasa Indonesia”
“Cinderella tidak seperti nama orang Indonesia”
“Turis tidak boleh berkomentar! Sudahlah! Cepat buatkan aku Kereta kuda dan sepatu kaca! Setengah jam lagi pesta akan dimulai”
“Huh! Baiklah!”
Entah mengapa kuturuti kemauannya. Kuayunkan tongkatku.
“Jadilah, sepatu kaca anti peluru!”
Dalam sekejap, sepatu kaca yang anti pecah berhasil terbentuk. Cinderella mengenakan sepatu itu dan mulai berlari-lari. Orang aneh! Sepatu kaca tidak dipakai untuk berlari.
Kembali kuayunkankan tongkatku. Kali ini kukerahan seluruh kekuatanku di ujung tongkat.
“Jadilah! Limousine!”
Cahaya terang menyilaukan mataku. Sangat terang. Begitu terang sehingga aku harus menutup mataku. Ketika cahaya itu mulai meredup, kubuka mataku perlahan-lahan. Dapat kulihat dengan samar-samar sebuah mobil panjang.
“Hah! Benda apa ini?!”
Tak kusangka dia sudah bertanya sebelum aku sempat membuka mataku. Kukira dia membenci cahaya yang menyilaukan. Segera kujawab pertanyaannya.
“Ini adalah penemuan baru di masa depan. Aku menamakannya Limousine. Penyihir tidak akan dapat menciptakan benda ini”
“Oh, jadi FairyGodMother dapat menciptakan benda-benda yang tidak pernah terpikirkan manusia. Menarik juga. Jadi, apa fungsinya?”
“Alat transportasi. Memiliki kecepatan 1000 kali lipat lebih cepat dari kereta kuda”
Segera kudekati mobil itu. Dengan gaya khas Chauffeur, kubuka pintu mobil.
“Silahkan masuk nona”
“Ah, terima kasih. Kau tidak perlu repot-repot membukakan pintu untukku”
Setelah Cinderella masuk, kukendarai limo itu. Sekarang, aku benar-benar menjadi Chauffeur. Diriku terlihat sangat keren. Kubawa limo itu dengan elegan menuju ke tempat pesta. Tempat tujuannya pun sudah terlacak di GPS. Sembari menyetir, kami pun berbincang-bincang.
-------------------------------------------

“Jadi, kenapa kau menangis?”
“Kau merobek gaunku”
“Bukan! Maksudku sebelum itu”
“Kakak tiriku merobek gaunku”
“Eh, Jadi kau punya kakak tiri?”
“Tentu saja aku punya!”
Sudah kuduga. Dia berbohong.
“Jadi, mengapa aku masih melihatmu mengenakan gaun yang utuh?”
“Itu gaun cadangan. Sengaja kusembunyikan dari kakakku”
“Jika kau sudah punya gaun, untuk apa kau menangis?”
“Memangnya tidak boleh menangisi gaunku yang lama!”
“Ya, ya, ya. Terserah kau. Kita sudah sampai!”
Limoku berhenti di depan pintu masuk. Terlihat sebuah Istana yang megah, anggun dan elegan. Pilar-pilar besar dan tinggi. Pintu utama yang sangat besar. Dilapisi dengan emas indah. Emas yang memanjakan mata. Air mancur menari-nari bagaikan parade malam. Desain arsitektur yang sangat indah. Sungguh menakjubkan.
Dapat kulihat para tamu yang mengarahkan matanya kepadaku. Mungkin limoku terlihat eksotis di mata mereka.
“Hei, Cepat keluar! Kita sudah sampai”
“Kau mengusirku!”
“Ya! Mau berapa lama lagi kau duduk di sini?!”
Cinderella pun segera keluar dari limo. Semua tamu tampak memperhatikan Cinderella. Untuk beberapa saat aku termenung di limoku. Kuharap semuanya berjalan sesuai film. Aku mulai mengkhawatirkan jalan cerita dari dongeng ini.
Akhirnya aku pun memutuskan untuk keluar dari limo itu. Meskipun limo itu kutinggalkan, tidak akan ada yang berusaha mencurinya. Juga tidak ada yang akan memberi surat tilang karena parkir sembarangan.
Segera kumasuk ke dalam ballroom istana itu. Aku khawatir melihat sikap Cinderella yang sangat jauh berbeda dengan Cinderella di film. Kuharap dia tidak mengecewakan pangeran.
Di tengah kerumunan tamu dapat kulihat pangeran. Wajahnya begitu tampan dan menawan. Berdiri tegap dan penuh berwibawa. Menyambut para tamu dengan senyuman.
Tampak Cinderella di tengah-tengah kerumunan tamu itu. Sang pangeran melangkah, mendatangi Cinderella. Aku tak dapat mendengar dengan jelas diantara kerumunan. Namun dapat kusimpulkan bahwa pangeran sedang berusaha mengajak Cinderella berdansa. Cinderella menerima ajakan dari pangeran. Mereka mulai berdansa. Sebuah musik klasik mengisi ballroom dan seluruh pengunjung terpaku akan keindahan dansa mereka.
------------------------------------------------------

Beberapa menit telah berlalu. Tanpa kusadari, waktu sudah mendekati tengah malam. Meskipun bel tengah malam akan meraung, aku tak perlu khawatir. Sihirku akan terus bertahan. Gaun, sepatu kaca dan limoku tidak akan menghilang. Dengan begini, Cinderella akan hidup bahagia bersama pangeran. Tidak ada lagi yang perlu kukhawatirkan.
“Ding Dong! Ding Dong!”, suara lonceng tengah malam.
Sepertinya semua berjalan dengan lancar. Sihirku tidak menghilang dan Cinderella pun tidak mengecewakan pangeran. Waktu-waktu yang kulalui sungguh menyenangkan. Aku sudah tidak perlu khawatir lagi.
Aku melangkah pergi meninggalkan ballroom. Berjalan keluar menuju limoku. Kurasa sudah tidak ada lagi yang perlu kulakukan. Sekarang aku akan pergi melihat-lihat kota. Kuhidupkan mesin mobilku.
“Hei! Cinderella, Tunggu!”, terdengar teriakan pangeran.
Tampak Cinderella berlari meninggalkan Istana. Aku tidak tahu apa yang terjadi disana. Namun wajah Cinderella tampak tergesa-gesa. Tanpa bisa aku merespon, dia sudah membuka pintu limo dan langsung meloncat ke dalamnya.
“Cepat! Pergi dari sini!”
Segera kuinjak gas. Mobil melaju dengan kencang meninggalkan istana megah nan Indah itu. Wujud pangeran semakin terlihat jauh dari spion. Semakin jauh. Menjadi sebuah bayangan dan akhirnya hilang tak bersisa.
Setelah suasana menjadi tenang, aku pun menanyai Cinderella.
“Hei! Apa yang kau lakukan?!Bukankah sihirku tidak menghilang?! Seharusnya kau tetap bersama pangeran sekarang ini!”
“Ada sesuatu yang tidak dapat aku tinggalkan!”
“Sesuatu? Apa?”
“………Pertandingan sepak bola!”
“Hah! Apakah disekitar sini ada stadion?”
“Aku ingin menontonnya di rumah”
“Tidak mungkin! Aku tidak percaya kau punya televisi. Selain itu, dari mana kau tahu tentang televisi!?”
“E….Ada sesuatu yang aku tinggalkan di rumah”
“Kau kan bisa mengambilnya nanti! Apa sih yang kau tinggalkan!?”
“Burger! Jika tidak kuamankan, tikus-tikus akan memakannya”
“Kau bohong!”
“Tidak! Aku menyimpannya di kulkas”
“lihat! Kau sudah mengamankannya!”
“Tikus-tikus itu dapat membuka kulkas”
“Aku tidak percaya! Katakan dengan jujur. Kenapa kau meninggalkan pangeran?!”
“Ada sesuatu yang tidak dapat kutinggalkan”
“Apa?”
“FairyGodMother”
“Oh, jadi kau tidak ingin meninggalkanku?”
“Benar! Kau adalah aset berharga. Sihirmu sangat bermanfaat untuk menyingkirkan orang-orang yang kubenci. Hahahahahaha!”, Cinderella tertawa jahat.
Tak pernah kusangka, Cinderella ingin memanfaatkanku. Seharusnya aku tidak perlu membantunya dari awal. Kuhembuskan nafasku perlahan. Pikiranku menjadi tenang. Dengan tegas kukatakan mottoku kepada Cinderella.
“Maaf, aku tidak bisa menggunakan sihirku untuk niat jahat”
“Itu bukan niat jahat. Aku hanya ingin terbebas dari kakak tiriku. Aku ingin merdeka. Merdeka!”
“Baiklah, apa yang kau ingin aku lakukan pada kakakmu?”
“Bakar dan lempar mayatnya ke laut”
“BODOH! ITU KEJAHATAN!”
“Ambil jiwanya”
“Itu juga kejahatan. Selain itu, aku tidak bisa mengambil jiwa”
“Kau pasti bisa! Kau belum pernah mencobanya kan?”
“Tidak akan pernah kucoba!”
“Pelit!”
Aku tidak mempedulikan ucapannya lagi. Kukemudikan limo menuju kembali ke taman. Sesampainya di taman, kami keluar dari mobil. Kuperhatikan kaki Cinderella yang hanya mengenakan satu sepatu kaca.
“Hei, dimana sepatu kacamu?”
“Kuberikan kepada pangeran”
“Hah! Kau berikan! Bukankah seharusnya kau jatuhkan?”
“Jika kujatuhkan, mungkin akan diambil oleh orang lain”
“Bila kau berikan langsung kepada pangeran, bukankah pangeran akan kebingungan?”
“Itulah strategi untuk lari. Membuat musuh bingung dan memberikannya kejutan”
“Ah, aku mengerti. Sebenarnya kau tidak ingin meninggalkan pangeran tampan itu. Jadi kau memberikannya petunjuk berupa sepatu kaca”
“Ternyata kau sadar juga. Akan kubuat pangeran itu mencariku. Kemudian, akan kuambil semua harta bendanya. Rencana yang brilian. Aku kaya!”
Gadis ini benar-benar seorang penjahat. Aku tidak bisa membiarkannya. Jika ini terus berlangsung, dia akan menjadi kriminal yang kejam. Aku harus membimbingnya ke jalan yang benar.
“Cinderella. Tahukah kau bahwa kejahatan-kejahatan yang kau lakukan akan berbalik menyerangmu suatu saat nanti. Kau akan mendapatkan hukuman dari dewa atas semua tindakanmu”
“Aku tidak percaya pada Dewa”
“Bagaimana bila detektif berhasil membocorkan rencanamu. Kau akan ditangkap dan dihukum dengan sangat berat"
“Akan kususun rencana untuk membunuh detektif itu sebelum dia menangkapku”
Sekarang aku sadar. Gadis ini tidak jahat. Gadis ini busuk. Sampah dunia. Dia lebih rendah dari bakteri. Apapun yang kukatakan, aku tidak dapat menolongnya.
“Kau sudah melakukan kesalahan besar. Seharusnya kau tidak membicarakan rencana ini padaku. Sekarang ikut aku! Akan kubawa kau ke kantor polisi!”
Kugenggam tangannya erat-erat. Kutarik dia ke dalam mobil. Aku yakin, jika kubicarakan masalah ini pada polisi, hukuman untuknya akan lebih ringan.
“Hei! Apa yang kau lakukan! Ini sudah malam!”
“Polisi selalu terjaga 24 jam”
“TIDAK! HENTIKAN! TOLONG! Seseorang, tolong aku!”
Teriakan itu membuatku terpaksa melepaskannya. Aku kehabisan kata-kata. Dia sudah membuatku malu. Teriakannya begitu keras. Cukup untuk membangunkan penduduk. Perilakunya sudah kelewatan. Kekanak-kanakan. Dia bisa saja berbicara baik-baik denganku. Dia tidak perlu bereaksi secara berlebihan. Perilakunya membuatku muak. Kepalaku terasa panas. Emosiku menjadi tidak terkendali.
“SUDAH! PULANGLAH! Aku tidak mau membantumu!”
Kuteriaki dia dengan kasar. Cinderella tampak ketakutan. Tubuhnya bergetar. Dia berlari. Melangkah pergi meninggalkanku. Sosoknya semakin jauh dariku. Aku pun hanya dapat terpaku menatap kepergiannya. Dapat kulihat setetes air mata melayang melewati pipinya. Cinderella berusaha menutupi air matanya. Namun air mata itu terus memancar.
Sesaat aku mulai sadar. Mungkin aku terlalu kasar padanya. Mungkin saja dia hanya bercanda. Meskipun candanya sangat berlebihan, aku tidak seharusnya berkata kasar. Aku sangat tidak berperasaan. Cinderella tidak mungkin ingin bertemu denganku lagi.
---------------------------------------------

Dingin menembus kulitku. Kududuk sendiri di taman yang sepi. “Haah…”, kuhembuskan nafas. Ingin rasanya kutenangkan pikiranku. Namun di otakku hanya ada penyesalan.
Kubaringkan tubuhku di kursi taman. Meskipun tidak selembut tempat tidurku, kursi itu terasa nyaman.
Sudah satu jam semenjak Cinderella pergi dari hadapanku. Mungkin sekarang dia sedang tertidur. Aku tahu, besok pangeran akan datang mencarinya dan dia akan dibawa ke istana. Dan sekarang, aku hanya dapat berbaring sambil memandangi bintang-bintang.
“Hei, FairyGodMother”
Aku terkejut. Kuangkat daguku untuk melacak suara yang muncul dari belakang.
“Pakailah selimut ini! Kau pasti kedinginan”
Tak dapat kusangka. Cinderella berada di belakangku dan memberiku selimut hangat. Kuangkat tubuhku ke dalam posisi duduk.
“Cinderella! Apa yang kau lakukan disini?”
Cinderella duduk disampingku. “Aku tidak bisa tidur! Jika aku menemuimu, mungkin saja kau akan menunjukkan sihir yang menarik.”
“Hahaha, aku juga tidak dapat tidur. Aku merasa bahwa sekarang aku sedang tertidur. Jadi tidak baik bagiku untuk tidur di dalam tidur”
“Apa? Aku tidak mengerti maksudmu”
“Yah, lupakan saja. Anggaplah aku tidak butuh tidur”
“Sepertinya kau sudah tidak marah lagi”
“Tentu saja aku masih marah. Tidak seharusnya kau berteriak-teriak seperti itu. Jika kau mau berjanji untuk tidak melakukannya lagi, aku akan memaafkanmu”
“Ya, ya, ya. Aku berjanji, aku tidak akan berteriak-teriak lagi”
“Syukurlah, sepertinya kau sudah tidak menangis lagi”
“Hei, aku tidak menangis”
“Jangan bohong. Aku tahu kau sedang menangis”
“Huh, terserah. Anggap saja aku menangis”
Mendengarnya berkata seperti itu, aku pun tertawa. Akhirnya dia tidak berusaha melawan argumenku. Ini kemenangan pertamaku dalam permainan katanya. Kemenangan ini menyegarkan pikiranku. Kami pun mulai berbincang-bincang.
“Hei Cinderella, kau tidak benar-benar ingin merebut harta pangeran kan?”
“Aku hanya ingin tinggal di Istana dan menjadi tuan putri. Kemudian, aku akan jadikan kakak tiriku sebagai pembantu dan kusuruh dia melakukan pekerjaan rumah”
“Hahahaha, kau tidak pernah berubah. Tahukah kau bahwa hidup mewah tidaklah senyaman yang kau bayangkan?”
“Benarkah? Menurutku itu nyaman”
“Aku punya seorang teman yang keluarganya sangat kaya raya. Saat aku berkunjung di rumahnya, dapat kulihat kemegahan dan kemewahannya. Namun, temanku sering mengeluh. Karena rumahnya besar, dia harus menempuh perjalanan yang sangat jauh ketika ingin pergi dari satu tempat ke tempat lain. Selain itu, dia punya banyak sekali pakaian yang membuatnya pusing sendiri. Ditambah lagi pegawainya sangat banyak. Mereka berputar-putar kesana kemari untuk membersihkan rumah. Memenuhi setiap sudut ruangan. Suara mesin penyedot debu berteriak riuh. Semuanya terlihat sangat sibuk. Sungguh tidak nyaman.”
“Hmmm, kau benar juga. Mungkin hidup sederhana lebih baik dari hidup mewah”
“Jadi, apakah putri Cinderella tetap ingin tinggal di Istana?”
“Akan kupertimbangkan lagi”
“Hahahaha. Ternyata tuan putri pintar juga. Kukira kau akan terpengaruh”
Sekali lagi aku tertawa dibuatnya. Perbincangan ini membuat hatiku damai. Pikiranku menjadi segar. Suasana menjadi sejuk.
Aku menengadah ke atas. Kulihat bintang-bintang indah di atas langit. Aku ingin pergi ke sana. Terbang. Menggapai bintang.
Kuangkat tubuhku dari tempat duduk. Aku melangkah menuju ke hadapannya. Kusodorkan tanganku padanya.
“Ada yang ingin kutunjukkan! Bersediakah putri ikut bersamaku ke istana?”
Cinderella tersenyum. Diterimanya uluran tanganku. “Ya, aku bersedia”
Dengan tanganku yang lain, kuambil tongkat sihirku. Kuayunkan tongkat itu kesana kemari. Ujung tongkat itu kembali bercahaya. Memancarkan cahaya sejuk yang menakjubkan.
Sekarang aku mengerti cara kerja dari tongkat ini. Tongkat ini memantulkan imajinasiku. Membawa pikiranku masuk ke dunia. Mewujudkan impian menjadi kenyataan.
“Zero Gravity!”, kuteriakkan sebuah kalimat dalam bahasa Inggris.
“Prang!”
Berat di tubuhku semakin berkurang. Semakin lama semakin hilang. Tubuh kami mulai melayang-layang di udara.
“Hei! Kita terbang!”, kata Cinderella.
Kugenggam tangannya erat-erat.
“Ayo! Kita akan ke Istana sekarang”
Kami terbang. Melesat di udara. Membelah awan. Merasakan sejuknya udara pagi. Dari atas awan, kami memandang sebuah kota yang indah. Kota klasik yang mengagumkan.
Kuarahkan pandanganku ke samping. Kuperhatikan Cinderella yang senang. Dapat kulihat tawa kebahagiaan. Dia melihatku dan tersenyum. Senyumannya menyejukkan hati.
“Lihat! Disitulah Istana!”, Kuarahkan jari telunjukku ke depan. Terlihat sebuah istana megah, memancarkan kilauan permata.
“Wah, Indahnya!”, kata Cinderella.
Kami terbang dengan sangat cepat. Menembus udara. Menerjang angin yang menghadang.
Berhasil kulihat kilauan Istana dari dekat. Kami mengelilingi Istana itu. Kemudian terbang ke puncak menara Istana. Kuturunkan tubuhku. Perlahan-lahan, kaki kami menginjak atap istana. Tepat di depan mata kami, sebuah cahaya bersinar.
Fajar telah tampak. Matahari bangun dari tidurnya. Membuka matanya, memandang kami dari kejauhan. Sungguh indah. Cahaya hangat yang dipancarkan, jauh lebih indah dari sebuah permata. Lebih indah dari Istana  yang ada di bawah kami. Kami sangat takjub.
“Tuan putri, jangan melihat matahari secara langsung. Itu tidak baik untuk mata”
“Mataku tidak apa-apa. Biarkan aku melihatnya sebentar saja”
Untuk beberapa saat aku terdiam. Kuperhatikan matanya. Bagaikan cermin, matanya memantulkan kilauan cahaya matahari yang sangat indah. Aku tersenyum. Kembali kuarahkan pandanganku menuju matahari pagi yang memancarkan warna. Kami pun bersenda gurau, menikmati waktu kami di bawah sinar yang segar.
“Matahari sudah terbit. Sudah saatnya tuan putri pulang”
“Baiklah. Aku sudah cukup puas disini. Terima kasih FairyGodMother!”
“Sama-sama!”
Kembali kubawa Cinderella terbang di awan. Terbang kembali menuju ke taman. Bunga-bunga bermekaran. Anak kecil berlari-lari kesana kemari. Taman yang sangat indah. Kubawa dia turun menuju taman yang indah itu.
“Huf. Perjalanan yang menyenangkan. Kuharap kita dapat melakukannya sekali lagi”
“Ya. Aku akan sangat menantikannya”
Cinderella melangkah pergi dengan bahagia. Kulambaikan tanganku kepadanya. Inilah perpisahan yang paling menyenangkan. Waktu-waktu yang telah kita lalui bersama membuatku merasa puas. Aku pun melangkah pergi meninggalkan taman itu.
---------------------------------

Satu jam telah berlalu. Waktu itu kugunakan untuk melihat-lihat kota di pagi hari. Meskipun pagi masih muda, para penduduk sudah bangun. Mereka memulai aktifitas mereka masing-masing. Wanita-wanita menjemur pakaian-pakaian mereka. Pedagang-pedagang mempersiapkan barang dagangannya. Beberapa orang pergi menuju hutan untuk berburu. Kota ini tampak begitu hidup.
Aku jadi mengingat-ingat kebiasaanku di rumah. Bangun kesiangan, tidak mandi, tidak gosok gigi. Ketika aku bangun, adikku yang manis sudah pergi ke sekolah meninggalkanku. Aku mulai sarapanku dengan roti isi. Tepat ketika roti itu tinggal separuh, segera kukenakan seragam dan berlarian menuju sekolah. Aku berlari melewati trotoar dengan roti yang masih tertanam di rahangku. Benar-benar kebiasaan yang buruk. Mulai hari ini aku akan mencoba untuk bangun pagi.
Tur dilanjutkan. Sekumpulan wanita terlihat sangat antusias. Mereka seperti sedang membicarakan gosip-gosip panas. Aku pun mulai penasaran dibuatnya. Kudatangi mereka.
“Hai, selamat pagi. Bolehkah aku tahu apa yang sedang kalian bicarakan?”
Salah satu wanita menjawab, “Oh, ada berita dari Istana. Pangeran sedang mencari gadis yang kemarin mengenakan sepatu kaca”
Wanita lain menyahuti, “Dua jam yang lalu pangeran mengelilingi kota untuk mencarinya. Namun, ada berita bahwa pangeran berhasil menemukan gadis itu di sebuah rumah di dekat taman kota”
“Hah! Pangeran berhasil menemukannya!?”
“Ya! Pangeran mengajak gadis itu untuk tinggal di Istananya. Uh, aku jadi iri!”
Sudah kuduga. Dapat kubayangkan Cinderella sedang berurusan dengan sepatu kaca yang dibawa pangeran. Aku percaya, Cinderella pasti akan menolak ajakan dari pangeran. Jika pangeran tetap mendesaknya, aku akan datang untuk menyelamatkannya. Tidak akan kubiarkan dia menderita bersama tumpukan gaun dan pegawai.
Kulanjutkan perbincangan kami. “Lalu, apa gadis itu menerima ajakan pangeran?”
“Tentu saja! Siapa yang tidak ingin tinggal di Istana bersama pangeran?!”
“Eh?! Pangeran tidak memaksanya?”
“Untuk apa pangeran memaksanya! Kami sudah kenal baik dengan pangeran. Dia bukan tipe orang yang akan memaksakan kehendaknya!”
Tanpa mengucapkan sepatah kata, aku berlari meninggalkan kerumunan wanita-wanita itu.
“BODOH! Kenapa dia tidak menolak ajakan pangeran. Kupikir dia adalah gadis yang baik dan rendah hati. Ternyata sama saja. CINDERELLA SERAKAH!”
Aku berlari dengan sangat kencang. Tanpa kusadari, air mataku mengalir. Air dingin menyentuh pipiku. Aku tak dapat menahan tangisku. Kuusapkan kerah bajuku ke wajah.  Namun, air mata terus mengalir membasahi wajahku. Pergelangan tanganku menutup wajah. Menyembunyikan air mata kekelaman. Aku terus berlari. Aku tak bisa berhenti berlari. Bergerak tak pasti. Berlari tanpa tujuan. Dalam ratapan kesedihan.
---------------------------

Perlahan-lahan, langkahku melambat. Aku mulai kelelahan. Kusingkirkan tangan yang menutupi wajahku. Pandanganku masih terlihat kabur. Namun, dapat kulihat bayang-bayang kursi taman. Berdiri sendiri tanpa ada yang menemani.
Aku duduk, memberi waktu kepada tubuhku untuk beristirahat. Air mataku terus mengalir. Kututup wajahku kembali dengan kedua tanganku.
“Hei!”, teriak seseorang.
Teriakan itu tidak kuhiraukan. Hatiku kelam. Aku sudah tidak peduli dengan lingkungan sekitarku.
“Hei! FairyGodMother!”
Aku terkejut. Kuarahkan kepalaku ke belakang.
“Oh! Kenapa kau menangis?”
Cinderella berdiri tepat dibelakangku. Wajahnya tampak bingung. Aku pun bingung. Mulutku tidak bisa bergerak. Tak ada kata-kata yang dapat kuungkapkan kepadanya.
“……………………………………………”
“Hei! Kau tidak mau membicarakannya denganku ya?”
“……………………………………………”
“Nih! Pakailah selimut ini untuk mengusap air matamu!”
Kuterima selimut itu. Kutempelkan pada wajahku dan mulai kuusap. Air mataku berhenti mengalir. Setiap usapan menghilangkan kesedihan diwajahku. Akhirnya, hanya ada kebahagiaan di wajahku. Kukembalikan selimut itu pada Cinderella.
Aku berkata kepadanya, “Hei! Ini sudah kedua kalinya kau muncul di belakangku dengan selimut. Bukankah seharusnya kau berikan aku sapu tangan?”
“Memangnya itu penting. Selimut juga menyerap air kan?”
Aku tersenyum. Dapat kusadari bahwa dia sedang mengajakku bercanda. Aku pun mulai tertawa. Menertawakan diriku sendiri. Menertawakan Cinderella. Menertawakan dunia.
“Kau sudah gila ya?”, tanya Cinderella.
“Haaaah”, kuhembuskan nafas. Aku mulai bertanya kepadanya.
“Jadi, apa yang terjadi pada pangeran? Kau tidak membunuhnya kan?”
“Tentu saja tidak. Pangeran datang ke rumahku dan menyuruh semua wanita untuk mencoba sepatu kacaku. Tentu saja sepatu itu cocok di kakiku. Namun aku menolak ajakan pangeran untuk tinggal di Istana”
“Hmmmm, aku mendengar berita dari penduduk bahwa kau ikut bersama pangeran menuju ke Istana”
“Oh! Penduduk salah sangka. Aku meminta pangeran untuk membawa kakak tiriku ke Istana. Kakak tiriku pun tidak menolaknya. Ternyata pangeran sangat mudah dimanfaatkan. Dengan begini, aku bebas. Tidak ada lagi yang berani meyuruh-nyuruhku. Hahahahahaha!”
“Benar-benar teknik mengusir paling aneh yang pernah kutahu. kau memang tidak berubah ya! Syukurlah!”
“Jangan senang! Kau tidak tahu ya seberapa sulitnya aku mencarimu. Jangan seenaknya berjalan-jalan di kota tanpa seijinku!”
“He! Kau mencariku?”
“Sudah kubilang kan! Ada sesuatu yang tidak bisa aku tinggalkan”
“Ooh! Kau merindukanku?”
“Benar. Dengan sihirmu, aku tidak perlu lagi mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah. Dalam sekali ayunan tangan, seluruh rumahku akan tampak bersih seperti baru”
“Bagaimana mungkin kau bisa yakin? Bagaimana kalau aku tidak mau membantumu?”
“Kau harus membantuku! Itu adalah hukuman karena kau telah pergi tanpa seijinku. Mulai besok kau harus melayaniku. Bersihkan seluruh rumah dan buatkan aku burger!”
“HAHAHAHAHAHA………..”, aku kembali tertawa. Inilah Cinderella yang selalu aku kenal. Licik dan egois. Namun baik hati dan tidak sombong. Dia selalu membawa kedamaian pada orang yang dekat dengannya. Aku sangat bahagia dapat bertemu dengannya.
------------------------------------

Kembali kulihat sebuah bintang kecil. Bintang kecil di pagi hari yang melayang-layang di dekatku.
“Oh, hai teman kecil”, sapa Cinderella.
“Eh, kau mengenalnya?”
“Bintang inilah yang mempertemukan kita”
“E? Aku tidak mengerti maksudmu”
Tiba-tiba, bintang itu pecah. Serbuk-serbuk cahaya bertebaran di tubuh kami. Aku pun mulai sadar. Mungkin saja bintang mungil ini ingin mengajakku pulang.
“Yah! Sudah waktunya untukku pergi”
Segera kuucapkan kalimat perpisahanku pada Cinderella.
“Aku senang bisa bertemu denganmu. Sampai jumpa Cinderella”
“Ya! Sampai bertemu lagi. Aku akan sangat menantikanmu”
Serbuk-serbuk itu bercahaya. Semakin lama semakin terang. Kututup mataku perlahan-lahan. Bayangan Cinderella semakin pudar dari pandanganku. Akhirnya, mataku tertutup dengan sempurna. Semua menjadi gelap. Sangat gelap. Kembali aku tertidur dalam keheningan.
----------------------------

Satu menit telah berlalu. Aku tidak ingin membuka mataku. Rasa kantuk masih menghantuiku. Namun, entah mengapa kelopak mataku terasa sangat ringan. Kelopak mataku terbang. Membiarkan cahaya masuk ke dalam pupilku.
“Ah! Aku bangun!”
Kulihat jam weker yang ada di sebelahku. Jam menunjukan pukul 5.
“Ini masih terlalu pagi untuk bangun”
Kembali kututup mataku dan kupeluk gulingku.
“………………………………………….”
Aku tak bisa tidur. Entah sejak kapan, rasa kantukku sudah hilang. Aku merasa segar. Kubangkitkan tubuhku dari tempat tidur.
“Sreeeek!”, kubuka tirai jendela. Hangatnya sinar matahari pagi menyegarkanku. Aku keluar dari kamarku. Berjalan menuju kamar mandi untuk mengosongkan kantung kemihku.
“Eh, tumben kakak bangun sepagi ini”
Dapat kulihat adikku yang sedang mengosok gigi.
“Ya! Mulai hari ini kakak akan bangun pagi”
“Kakak mencurigakan!”
Kulanjutkan aktifitasku dengan mengosok gigi dan mandi. Keluargaku cukup terkejut melihatku bangun pagi. Setelah sarapan dengan benar, aku pun sudah siap pergi ke sekolah.
Udara di pagi hari sangatlah sejuk. Aku berjalan bersama adikku menyusuri trotoar. Jalan raya terlihat sepi. Tidak ada kebisingan dan asap kendaraan. Jika seandainya aku tinggal di kota besar, mungkin jalan raya tidak akan sesepi ini. Aku bersyukur tidak hidup di kota metropolitan. Kotaku adalah kota yang indah. Kota yang damai. Kota yang sejuk.
“Hei! Kakak tidak sakit kan?”
“Tidak adikku yang manis. Mimpilah yang membuat kakak sadar akan pentingnya bangun pagi”
“Ah, kakak benar-benar sakit!”
“Hahahaha….”, aku tertawa. Entah mengapa, hari itu terasa sangat menyenangkan.
Kulanjutkan perjalananku. Dari kejauhan dapat kulihat sesosok gadis. Mengenakan seragam sekolah. Seragam yang sama dengan seragam yang dikenakan oleh perempuan di sekolahku. Dia berjalan dengan bahagia. Tanpa piker panjang aku berlari menghampirinya.
“Hei!”, kupegang pundaknya.
“Ah! FairyGodMother!”
Sudah kuduga. Gadis ini adalah Cinderella. Tak dapat kupercaya, dia lebih dulu mengenaliku dan menyapaku.
“Oh! Aku bukan FairyGodMother. Kau pasti salah orang!”
“Tidak! Wajahmu sangat mirip dengannya. Aku tidak mungkin salah!”
“Aku tidak bisa mengembalikan waktu. Aku juga tidak bisa terbang. Aku bukan FairyGodMother”
“Kau bohong!”
“Tidak! Aku tidak bohong! Buktinya aku tidak membawa tongkat sihirku”
“Hehe, akhirnya kau mengaku juga kalo kau punya tongkat sihir!”
“Ugh! Baiklah! Aku FairyGodMother”
“Hehehe!”, Cinderella tertawa kecil. Adikku mulai memperhatikan kami. Dia menarik-narik lenganku dengan lugu.
“Kakak, siapa orang ini?”
“Dia adalah Cinderella. Kakak bertemu dengannya dan membuatkan gaun untuknya. Juga limousine dan sepatu kaca”
“Ah, kakak gila. Nanti akan kulaporkan ke ibu agar kakak dibawa ke psikiater”
Cinderella menatap adikku.
“Oh! Kamu adiknya FairyGodMother. Tolong ingatkan kakakmu untuk selalu membawa tongkat sihirnya”
“Ugh! Gadis ini juga gila! Aku tidak boleh berlama-lama di sini. Nanti aku juga akan tertular virus gila”
Aku hanya dapat menahan tawa melihat tingkah adikku.
“Jangan takut! Dia memang Egois, cengeng dan manja. Namun dia tidak mengigit kok”
 “Hei! Kaulah yang cengeng dan manja! Apa kau ingat, kau menangis di kursi taman!?”
“Ya, aku memang menangis. Tapi kau lebih banyak menangis di sana. Kau menangis di sana saat gaunmu robek. Kau juga berlari sambil menangis saat aku memarahimu”
“Uh! Kaulah yang membuatku menangis”
“Aku tidak peduli siapa pelakunya. Yang pasti, kau menangis pada waktu itu”
“Huh! Terserah! Anggap saja aku cengeng”
“Hehehe, aku menang lagi. Sepertinya aku tidak akan kalah di bagian ini”
“Uuuh!”
Aku tersenyum. Kembali kusodorkan tanganku padanya.
“Jadi, bersediakah tuan putri ikut bersamaku ke sekolah?”
Perlahan-lahan, Cinderella pun mulai tersenyum. Diterimanyalah uluran tanganku.
“Ya, aku bersedia!”
“Baiklah! Zero Gravity! Speed up!”
“Bwush!” Aku berlari dengan sangat cepat meninggalkan mereka berdua.
“Hei! Kau curang!”
Segera dia berlari mengejarku. Berkali-kali aku melihat ke belakang. Perlahan-lahan Cinderella mulai mendekatiku. Tak dapat kusangka, hanya dalam hitungan detik dia sudah berlari di sebelahku.
“Weee! Dasar manja!”, dia mengejekku.
“Sial! Tidak akan kubiarkan kau memdahuluiku! Speed up! Heeeeea!”
“Bwush........................................”
Berlari. Menangis. Tertawa. Bintang-bintang kecil telah mempersatukan kami dalam mimpi. Dalam tangis kesedihan. Dalam tawa kegembiraan.
-----THE END-------

1 komentar:

  1. "Waaaaaa!" ><
    Ini pertama kalinya aku bikin love story. Jadi malu.
    Padahal rencana awalnya gak kaya gini, tapi biarlah. Ceritanya jadi bagus kan? ^^
    Ah, aku sombong sekali sih! Gak sebagus itu kok.
    Tapi aku merasa bagus!
    Waduh, kebanyakan curhat. Semoga aja aku gak digarai gara bikin love story. Maksudnya ku publish sih biar ada yang baca. Kan percuma kalo buat cerita ga ada yang baca. Tapi aku gak mau digarai T_T.
    Ugh, tambah banyak curhatnya!
    Terima kasih!

    BalasHapus